PP 23 Tahun 2010 Direvisi, Penerimaan Negara Terancam Turun?

Pemerintah kembali merevisi PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batu bara. Revisi ke-6 ini ditujukan untuk memudahkan proses perizinan perpanjangan operasi kontraktor tambang batu bara.

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot mengatakan, revisi kali ini agar ketentuan permohonan perpanjangan izin usaha tambang batu bara sama dengan yang diatur pemerintah untuk izin tambang mineral, yang diatur dalam PP Nomor 1 Tahun 2017 (yang merupakan perubahan keempat PP 23 Tahun 2010).

Dari draft yang diterima CNBC Indonesia, pasal yang direvisi adalah pasal 112 dan 112b. Namun, dengan diubahnya rezim kontrak ke izin, yakni dari PKP2B (perjanjian karya pertambangan batu bara) ke IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) terdapat konsekuensi adanya penurunan pajak badan.

Ini sebagaimana dicantumkan dalam pasal 112 angka 2a dan 2b. Dalam pasal tersebut dijelaskan adanya pengaturan kembali pengenaan penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak. Meskipun di aturan yang sama diberi catatan penekanan terhadap peningkatan penerimaan negara.

Sampai saat ini belum ada aturan teknis dan lebih lanjut soal hitungan untuk penerimaan negara, namun konsekuensi yang tersirat adalah dengan berubahnya rezim dari kontrak ke izin maka pajak badan juga akan turun, yang semula 45% jadi 25%.

Pengamat energi dan pertambangan Universitas Gajah Mada Fahmy Radhi mengatakan  pemegang PKP2B harus membayar pajak PPh Badan sebesar 45%, tetapi kini akan diturunkan menjadi sebesar 25%. Penurunan PPh Badan diikuti dengan kenaikan Dana Hasil Batu Bara (DHPB) dari 13,5 menjadi 15℅ dan tambahan pajak 10% dari laba bersih.

Menurut Fahmy, perubahan tarif pajak itu relatif lebih adil diterapkan bagi pemegang PKP2B. Namun, perubahan itu tidak menurunkan penerimaan pajak Pemerintah lantaran ada kenaikan tarif DHPB dan penambahan pajak terhadap laba bersih.

“Jadi, perubahan PP 23/2010 tidak hanya memberikan kepastian usaha bagi investor dan pengenaan tarif pajak yang lebih adil, tetapi juga meningkatkan penerimaan negara dari pajak, sekaligus menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif,” ujar Fahmy, Selasa (13/11/2018).

Menilik saat revisi ke-4 PP 23 Tahun 2010, saat pemerintah menerbitkan PP nomor 1 Tahun 2017 untuk memfasilitasi perpanjangan dan perubahan status PT Freeport Indonesia dan Amman Mineral dari kontrak karya ke IUPK, tak lama setelahnya untuk perpajakan dan penerimaan negara lainnya pemerintah juga menerbitkan aturan teknis lainnya, yakni PP 37 Tahun 2018 untuk nail down tarif pajak bagi dua perusahaan tambang raksasa tersebut.

Sumber: cnbcindonesia.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only