Ekonomi akan Stagnan Dua Tahun Berturut-Turut

Bank Indonesia memperkirakan, ekonomi 2019 tumbh di kisaran yang sama dengan 2018

JAKARTA. Geliat ekonomi Indonesia tahun ini dan tahun depan diperkirakan bakal jalan di tempat. Faktor ekternal dan internal bakal kompak menjadi pemberat ekonomi Indonesia di 2018-2019.

Selain ekonomi Amerika Serikat (AS), ekonomi advanced country seperti Jepang, Eropa dan Tiongkok diperkirakan akan melambat. Kondisi ini diperkirakan akan jadi bandul pemberat ekonomi. Apalagi, jika hubungan dagang China dengan Amerika Serikat memanas.

Kondisi dipastikan akan memengaruhi ekonomi Indonesia. Gubernur Bank Indonesia (BI) dalam diskusi dengan pará pengamat ekonorni beberapa waktu lalu menyebut, ekonomi Indonesia akan ditopang permintaan domestik.

Kondisi ini akan mengungkit impor, sementara ekspor masih turun di tengah penurunan ekonomi global. Efeknya: defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) masih akan lebar di ujung tahun ini. Adapun di tahun depan, BI memperkirakan, CAD bakal menurun.

Hal itu berpotensi menekan kembali nilai tukar rupiah. Jika hal ini terjadi, kondisi binsis tahun depan bakal terganggu, yang berujung pada terhambatnya pertumbuhan ekonomi. Apalagi, ada ancaman lain adalah kenaikan suku bunga AS yang tahun depan diperkirakan tiga kali lagi.

Dengan kondisi seperti itu, BI mengoreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi 2019, yaitu cenderung stagnan dari pertumbuhan ekonomi tahun ini. “Kami harap dari sisi pertumbuhan ekonomi bisa tumbuh di kisaran sama dengan 2018,” kata. Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo, Rabu (21/11)

Tahun ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan hanya 5,1 % , naik tipis dari 2017 yang sebesar 5,07 % . Artinya, ekonomi kita akan mengalami stagnasi mulai tahun ini hingga 2019 nanti.

Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia juga meyakini pertumbuhan ekonomi 2019 masih akan sama dengan 2018, di rentang 5,1 % -5.2 % . Berbagai faktor jadi sebab; mulai dari perlambatan ekonomi global, peningkatan harga minyak, pengetatan moneter, serta perang dagang antara AS dengan China.

Dari dalam negeri, dua sumber pertumbuhan yakni investasi dan ekspor juga masih akan mengalami tekanan. Selain itu, konsumsi rumah tangga juga berisiko tertekan akibat potensi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

Berdasarkan sektornya, industri manufaktur sebagai penyumbang terbesar PDB diperkirakan tumbuh marginal sejalan dengan meningkatnya biaya produksi hingga melemahnya ekspor. “Insentif pajak juga belum berdampak maksimal,” kata Ekonom CORE Ina Primiana.

Belum lagi, BI masih akan menaikkan bunga acuan hingga tiga kali di tahun depan sejalan dengan perkiraan kenaikan bunga Bank Sentral AS (The Fed). Adapun nilai tukar rupiah 2019, di Rp 15.100-Rp 15.200 per dollar AS. “Tekanan terbesar terhadap rupiah akan terjadi semester pertama (2019),” kata Direktur Riset CORE Piter Abdullah.

Kepala Ekonom CIMB Niaga Adrian Panggabean memproyeksikan, ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh 4,9 % di 2019. Ini imbas dari tingginya suku bunga yang menyebabkan pertumbuhan kredit jadi terbatas dan tersendatnya dana di pasar modal. Faktor lain, menurunnya konsumsi dari komponen konsumsi pribadi dalam PDB.

Adrian menilai, jika BI 7- Day Reverse Repo Rate (7DRRR) naik menjauhi tingkat bunga netral Indonesia, maka postur likuiditas dalam ekonomi pasti akan menciut dan terjadi penurunan dalam dinamika bisnis.

Sumber: Koran KONTAN

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only