JAKARTA – Pemerintah memutuskan untuk merevisi Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPnBM) untuk kapal pesiar (yacht). Dengan begitu, kapal yacht yang masuk ke Indonesia akan dibebaskan dari PPnBM yang sebelumnya dikenakan 75 persen.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, berdasarkan hasil rapat koordinasi bersama Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Robert Pakpahan, pihaknya sepakat untuk menghapus PPnBM yacht.
“Beres, kita hanya bikin perubahan satu pasal di PP (Peraturan Pemerintah), jadi nanti tidak perlu pungutan-pungutan, jadi iya dihapus (PPnBM yacht),” kata Luhut ditemui usai rakor di kantornya, Selasa (27/11/2018).
Menurut dia, keberadaan PPnBM yacht tidaklah efektif, yang mana sampai saat ini hanya menyumbangkan di bawah Rp10 miliar untuk kas negara. Dengan dihapuskannya aturan tersebut, Luhut yakin negara akan mendapatkan keuntungan hingga puluhan triliun.
“Kan itu pendapatannya cuma berapa miliar itu, kecil, dibawah Rp10 miliar. Kalau kita buka mungkin bisa dapat berapa puluh triliun,” kata Luhut.
Keuntungan tersebut diproyeksikan akan datang dari beberapa sektor, di antaranya, pariwisata, docking, maintenance, dan juga pembukaan lapangan kerja. “Kalau kita buka bisa dapat puluhan triliun, karena lapangan kerja, maintenance, tempat nginap segala macam,” kata Luhut.
Ia juga mengatakan, keputusan ini sejalan dengan keinginan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memudahkan para pelaku bisnis di Indonesia. Dengan begitu, perlu adanya revisi atau penghapusan terkait kebijakan-kebijakan yang dianggap menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Luhut menargetkan peraturan segera selesai, dan bisa diteken tahun ini sehingga bisa diimplementasikan secara langsung.
Menteri Pariwisata Arief Yahya sebelumnya mengatakan dengan dihapuskannya PPnBM yacht, ditargetkan bisa memberikan keuntungan sekitar 350 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp5 trilun.
“Dengan deregulasi ini, negara juga akan mendapatkan keuntungan besar dengan banyaknya yacht yang masuk melalui bea sandar dan operational maintenance di Indonesia sebesar 350,7 juta dolar Amerika Serikat,” kata Arief.
Sumber : inews.id
Leave a Reply