Minyak Mendidih Berkat Timur Tengah

Peluang penguatan harga minyak kian terbatas karena efek perang dagang

Jakarta. konflik geopolitik di Timur Tengah masih berlanjut. Kondisi ini membuat harga minyak mentah mendidih. Namun, para analis melihat potensi kenaikan harga minyak dalam waktu dekat cenderung terbatas.

Kemarin, harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) kontrak pengiriman Agustus 2019 di New York Mercantile Exchange (Nymex) naik 0,73% ke level US58,08 per barel. Seminggu terakhir, harga minyak jenis ini melonjak 3,25%.

Kenaikan juga dialami minyak jenis brent kontrak pengiriman September 2019 di ICE Futures. Harga minyak brent naik 0,94% ke level US$ 64,71 per barel. Dalam sepekan, harga minyak brent telah menguat 3,70%.

Analis Monex Investindo Futures Faisyal mengatakan, konflik geopolitik di Timur Tengah, khususnya Iran, masih membara. Pemerintah Iran melontarkan rencana meningkatkan pengayaan uranium ke level 5% atau melampaui batas kesepakatan nuklir (JCPOA) yang pernah diteken pada 2015 silam.

Kebijakan tersebut sangat berisiko karena dapat berbuah sanksi internasional terhadap Iran. “Suplai minyak dapat terganggu kalau ketegangan di Iran terus berlanjut,” kata Faisyal, kemarin. Dus, harga minyak meroket.

Direktur Garuda Berjangka Ibrahim menambahkan, tindakan Iran berpotensi memancing gelombang protes dari dunia Internasional, khususnya dari Amerika Serikat (AS). Negara ini sudah lama berseteru dengan negara kawasan Persia tersebut.

Sentimen negatif

Namun, analis menilai harga minyak berpotensi turun dalam waktu dekat. Konflik perang dagang antara AS dan China yang belum juga kelar menimbulkan sentimen negatif terhadap pergerakan harga minyak, meski kedua pihak tengah menunda kebijakan kenaikan tarif impor.

Dampak perang dagang pun mulai dirasakan oleh Jepang. Pemerintah Jepang merilis, data pemesanan mesin inti Jepang turun 7,8% di Mei lalu. Angka ini merupakan penurunan terdalam sepanjang delapan bulan terakhir.

Hasil data ini juga menunjukkan bahwa perang dagang mulai berdampak pada investasi perusahaan global. “Padahal Jepang merupakan salah satu negara industri dan importir terbesar di dunia,” jelas Ibrahim.

Selain itu, pelaku pasar juga tengah menanti testimoni Gubernur The Federal Reserves Jerome Powell serta rilis notulensi rapat FOMC. “Pasca membaiknya data non-farm payroll, pelaku pasar menanti seperti apa langkah The Fed berikutnya terkait kebijakan moneter AS,” ungkap Faisyal.

Pidato Powell lantas dapat menjadi gambaran bagi para pelaku pasar terkait ekspetasi pemangkasan suku bunga acuan AS di tahun ini. Apalagi, The Fed akan kembali menggelar rapat Federal Open Market Committee.

Karena itu, Faisyal memperkirakan harga minyak ini akan bergerak dengan kisaran US$ 56,60-US$ 58,90 per barel. Sementara Ibrahim memprediksi, sepekan ke depan harga minyak berpotensi bergerak di kisaran US$ 55-US$ 59 per barel.

Secara teknikal, harga minyak saat ini berada di bawah moving average (MA) 50, MA 100 dan MA 200. Indikator moving average convergence divergence (MACD) berada di level 0,258, sedangkan relative strength index (RSI) berada di level 53,03. Adapn indikator stochastic berada di area 49,30.

Sumber : Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only