Stimulus Pajak Efek Virus Corona Bakal Pengaruhi Penerimaan

JAKARTA, Sejumlah stimulus fiskal yang diberikan untuk mengantisipasi dampak virus Corona terhadap perekonomian diproyeksi akan tambah menekan penerimaan pada tahun ini. Topik tersebut menjadi bahasan sejumlah media nasional pada hari ini, Senin (16/3/2020).

Pekan lalu, pemerintah mengumumkan akan menggelontorkan stimulus fiskal, baik berupa relaksasi pajak penghasilan (PPh) pasal 21, PPh pasal 22 impor, PPh pasal 25, maupun restitusi pajak pertambahan nilai (PPN).

Sejumlah stimulus fiskal yang difokuskan untuk industri manufaktur tersebut diestimasi senilai Rp22,9 triliun. Hal ini tentunya berimbas pada penerimaan pajak. Kendati demikian, khusus untuk restitusi, DJP menegaskan hal tersebut memang hak dari wajib pajak.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memproyeksi penerimaan pajak pada tahun ini memang akan melemah sebagai efek lanjutan dari wabah virus Corona. Namun, kebijakan fiskal dinilai harus tetap ekspansif untuk memberi stimulus pada perekonomian.

Seperti diketahui, target penerimaan pajak pada tahun ini dipatok senilai Rp1.642,6 triliun atau tumbuh 23,3% dari realisasi tahun lalu senilai Rp1.332,1 triliun. realisasi penerimaan pajak per 31 Januari 2020 senilai Rp80,22 triliun atau 4,88% dari target Rp1.624,57 triliun.

Performa pada Januari 2020 ini tercatat turun 6,86% dibandingkan capaian periode yang sama tahun lalu. Namun, hingga saat ini belum ada pernyataan resmi dari pemerintah terkait proyeksi realisasi penerimaan pajak tahun ini.

Selain itu, sejumlah media nasional juga menyoroti perpanjangan waktu pelaporan SPT tahunan wajib pajak orang pribadi, dari awalnya 31 Maret 2020 menjadi 30 April 2020. Langkah ini ditempuh bersamaan dengan penutupan sementara pelayanan langsung (tatap muka).

  • Langkah-Langkah Strategis

Ditjen Pajak (DJP) mengatakan seluruh stimulus atau insentif fiskal yang diberikan pemerintah hanya bersifat sementara sebagai upaya untuk mengantisipasi dampak virus Corona terhadap perekonomian nasional.

“Kita semua berharap bahwa wabah Corona akan segera berlalu. Secara umum, DJP tetap terus akan melakukan langkah-langkah strategis untuk menjaga penerimaan pajak di tahun 2020,” ujar Direktur Perpajakan II DJP Kemenkeu Yunirwansyah. (Kontan)

  • Penyesuaian Target Penerimaan

Managing Partner DDTC Darussalam mengatakan tanpa stimulus pajak untuk mengantisipasi dampak virus Corona, realisasi pajak tahun ini diproyeksi hanya berada di level 87,1%-89% dari target yang dipatok dalam APBN 2020.

Menurut Darussalam, ketika kebijakan fiskal (pajak) yang fokus pada pemberian stimulus lebih dikedepankan maka akan ada implikasinya dalam jangka pendek di fungsi budgeter. Dalam situasi saat ini, pemerintah melihat optimalisasi peran pajak untuk menjalankan fungsi regulerend lebih penting.

“Adanya kemungkinan shortfall hanya merupakan konsekuensi logis dari kebijakan regulerend yang diambil. Jadi, seharusnya target penerimaan secara otomatis disesuaikan dengan tax expenditure yang terjadi,” ujarnya.

  • Perpanjangan Batas Waktu Penyampaian SPT

DJP memperpanjang batas waktu pembayaran pajak dan pelaporan SPT tahunan wajib pajak orang pribadi dari 31 Maret 2020 menjadi 30 April 2020. Dengan perpanjangan batas waktu tersebut, wajib pajak tidak akan mendapatkan sanksi keterlambatan jika membayar dan melaporkan SPT tidak lebih dari 30 April 2020.

Sementara itu, untuk SPT Masa PPh pemotongan/pemungutan masa pajak Februari 2020, DJP memberikan relaksasi batas waktu pelaporan sampai dengan 30 April 2020 tanpa dikenakan sanksi keterlambatan. Namun, batas waktu pembayuaran tetap sesuai ketentuan yang berlaku.

  • Penutupan Sementara Layanan Tatap Muka

Sebagai bagian dari upaya pencegahan penyebaran virus Corona, DJP meniadakan pelayanan perpajakan yang dilakukan di Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di seluruh Indonesia. Penutupan sementara berlaku mulai 16 Maret sampai dengan 5 April 2020.

Peniadaan sementara pelayanan perpajakan secara langsung ini termasuk pula pelayanan yang dilakukan di Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTST) dan Layanan Luar Kantor (LDK) baik yang dilakukan oleh DJP sendiri maupun yang bekerja sama dengan pihak lain.

Peniadaan sementara pelayanan pajak tersebut tidak berlaku untuk pelayanan langsung pada counter VAT Refund di bandara. Layanan pada counter VAT Refund tetap dibuka tapi dengan pembatasan tertentu.

  • PPN Sektor Ritel

Otoritas fiskal mempertimbangkan penggunaan dasar pengenaan pajak (DPP) nilai lain sebagai alternatif pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) pada sektor ritel. Langkah ini menjadi bagian dari penyederhanaan sistem.

“Untuk ritel potensinya ada alternatif penyederhanaan untuk sektor yang itemized-nya banyaj. Ini lebih terkait ke penyederhanaan PPN,” kara Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Arif Yanuar. (Bisnis Indonesia)

  • Tidak Dapat Dikreditkan

Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji berpendapat skema PPN yang menggunaan DPP nilai lain menyebabkan adanya konsekuensi pajak masukan tidak sepenuhnya bisa dikreditkan oleh pengusaha kena pajak (PKP). Di satu sisi memang ada penyederhanaan administrasi.

“Jadi, di sini ada trade-off,” ungkap Bawono.

Sumber: ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only