Pajak Digital Berpotensi Jadi Sumber Penerimaan Baru Tahun Ini

JAKARTA, Pemajakan atas transaksi digital atau perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) dinilai mampu menjaga agar penurunan penerimaan tidak terlalu dalam. Hal tersebut menjadi bahasan sejumlah media nasional pada hari ini, Jumat (3/4/2010).

Skema pemajakan yang dimuat dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No.1/2020 menjadi instrumen baru untuk merealisasikan potensi penerimaan pajak. Terlebih, aktivitas perekonomian di tengah pandemi virus Corona mulai banyak dilakukan secara digital.

“Kami memiliki data potensi dan prediksi ke depannya terkait PMSE yang diolah dari berbagai sumber termasuk dari lembaga-lembaga riset yang kredibel,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama.

Dalam Perpu tersebut diatur pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) atas pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dan/atau jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean melalui PMSE.

Ada pula pengenaan pajak penghasilan (PPh) atau pajak transaksi elektronik (PTE) atas kegiatan PMSE yang dilakukan oleh subjek pajak luar negeri yang memenuhi ketentuan kehadiran ekonomi signifikan.

Selain itu, ada bahasan mengenai perpanjangan waktu pencegahan penyebaran virus Corona. DJP memperpanjang waktu dari awalnya ditetapkan pada 16 Maret 2020 sampai dengan 5 April 2020 diperpanjang menjadi 16 Maret 2020 sampai dengan 21 April.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Masuk dalam APBNP 2020

Otoritas fiskal memproyeksi pendapatan negara tahun ini akan turun 10% dibanding realisasi pada 2019. Penurunan pendapatan negara itu dipengaruhi oleh berbagai insentif perpajakan yang diberikan pemerintah untuk menangkal dampak virus Corona pada perekonomian.

“Untuk penerimaan pajak, kami masih kaji terus dengan berbagai kondisi saat ini. Nanti akan dituangkan dalam postur APBNP 2020 dalam Peraturan Presiden,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama.

  • Sumber Baru

Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji mengatakan adanya COVID-19 membuat aktivitas perekonomian bergeser ke digital. Secara otomatis, penggunaan penyelenggara PMSE luar negeri juga meningkat. Hal ini seharusnya sejalan dengan kepatuhan dan potensi pembayaran pajaknya.

Menurutnya, pajak dari kegiatan pelaku usaha PMSE luar negeri ini bisa menjadi sumber baru di tengah prospek penerimaan pajak yang melemah. Selama ini, pengenaan pajak atas pelaku-pelaku luar negeri tersebut belum optimal karena kendala pada ketentuan perpajakan di dalam negeri.

  • Pengenaan Secara Bertahap

Direktur Perpajakan Internasional DJP John Hutagaol mengatakan penerapan pajak atas entitas bisnis digital dilakukan secara bertahap. Hal ini sejalan dengan Perpu No.1/2020 yang memperkenalkan pajak transaksi elektronik (PTE) atau digital service tax (DST).

Pemerintah mengenakan PTE atau DST untuk pedagang luar negeri, penyedia jasa luar negeri, dan/atau penyelenggara PMSE luar negeri yang tidak dapat ditetapkan sebagai bentuk usaha tetap (BUT). Artinya, pengenaan PTE atau DST itu dilakukan setelah pengenaan PPh tidak bisa dilakukan karena terkendala status BUT.

“Jika penetapan BUT tidak dapat diterapkan karena P3B maka pelaku PMSE asing yang memenuhi ketentuan significant economic presence, atas penghasilannya dikenakan pajak transaksi elektronik. DST merupakan jenis pajak yang dikenalkan di era ekonomi digital,” kata John.

  • Potensi dari Transaksi

Dalam naskah akademik RUU Omnibus Law Perpajakan, pemerintah melihat ada tujuh bentuk dan nilai transaksi barang digital. Pertama, sistem perangkat lunak dan aplikasi dengan nilai transaksi mencapai Rp 14,06 triliun.

Keduagame, video, dan musik (Rp 880 miliar). Ketiga, penjualan film (Rp 7,65 triliun). Keempat, perangkat lunak khusus seperti untuk perangkat mesin dan desain (Rp 1,77 triliun). Kelima, perangkat lunak telepon genggam (Rp 44,7 triliun).

Keenam, hak siaran atau layanan televisi berlangganan (Rp 16,49 triliun). Ketujuh, media sosial dan layanan over the top (OTT) (Rp 17,07 triliun).

  • Perpanjangan Masa Pencegahan Virus Corona

Dirjen Pajak memperpanjang masa pencegahan penyebaran virus Corona hingga 21 April 2020. Hal ini dimuat dalam Surat Edaran Dirjen Pajak No.SE-21/PJ/2020 tentang Perpanjangan Masa Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di Lingkungan DJP.

“Perlu melakukan perubahan masa pencegahan penyebaran COVID-19 di lingkungan DJP sebagaimana telah ditetapkan sebelumnya melalui Surat Edaran Dirjen Pajak No.SE-13/PJ/2020,” demikian bunyi penggalan bagian umum dalam surat edaran tersebut.

  • Pelaporan SPT Tahunan

Hingga 1 April 2020, pelaporan surat pemberitahuan (SPT) tahunan tercatat masih turun dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Berdasarkan data DJP, jumlah SPT yang masuk per 1 April 2020 sebanyak 8,9 juta. Jumlah tersebut tercatat turun 21,09% dibandingkan capaian periode yang sama tahun lalu sebanyak 11,3 juta.

DJP mengatakan ada beberapa hal yang membuat adanya perlambatan penyampaian SPT sehingga secara jumlah lebih sedikit dibandingkan tahun lalu. Salah satunya adalah perpanjangan waktu penyampaian SPT tahunan wajib pajak orang pribadi hingga 30 April 2020.

Sumber: ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only