Pemberian Stimulus Diminta Tanpa Membedakan Kepatuhan Wajib Pajak

Jakarta: Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan stimulus perpajakan tanpa berdasarkan rekam jejak wajib pajak. Pasalnya, kebijakan untuk menolong masyarakat seharusnya tidak didasari dengan sikap diskriminasi.

“Dalam situasi semua sektor ekonomi terdampak covid-19 baik secara langsung atau susulannya, membicarakan fasilitas yang diberikan negara kepada rakyatnya dengan membedakan tingkat kepatuhan wajib pajak itu sudah tidak relevan,” ujar Misbakhun, Jakarta, Jumat, 10 April 2020.

Sri Mulyani sebelumnya menyatakan pemberian stimulus pajak di tengah pandemi covid-19 akan dilakukan secara hati-hati. Dia juga memerintahkan anak buahnya di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberikan insentif berdasarkan kepatuhan wajib pajak.

Misbakhun menilai kriteria kepatuhan wajib pajak sangat teknis. Legislator di Komisi Keuangan dan Perpajakan DPR itu menegaskan masyarakat awam sulit memahami aturan teknis itu.

Misbakhun khawatir sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) tak akan tertolong jika kebijakan itu diberlakukan. Sebab, UMKM selama ini diidentikkan sebagai kelompok yang kurang patuh dari sisi surat pemberitahuan tahunan (SPT) pajak ataupun aturan formal lainnya.

Misbakhun mengingatkan kebijakan Presiden Joko Widodo tentang bantuan bagi sektor UMKM. “Justru UMKM inilah yang ingin mendapatkan fasilitas stimulus fiskal tersebut pada fase pertama ini,” kata dia.

Menurut dia, wajib pajak yang selama ini patuh melaporkan sangat identik dengan pengusaha besar, holding company, atau sektor usaha lain. “Mereka selama ini banyak mendapatkan fasilitas dari konsesi, kredit bank, obligasi, restitusi dipercepat, fasilitas impor pabean, fasilitas bonded zone (kawasan berikat) dan lainnya,” ujar Misbakhun.

Misbakhun mengatakan, dalam situasi normal pun sektor perpajakan membutuhkan upaya besar untuk meningkatkan kepatuhan dalam melaporkan SPT, penyesuaian klasifikasi lapangan usaha (KLU), atau ketaatan lainnya. Merujuk pada kebijakan tax amnesty atau pengampunan pajak, wajib pajak justru memperoleh insentif.

Misbakhun menilai sektor ekonomi rakyat sangat membutuhkan pertolongan. Karena kejatuhan sektor ekonomi akan menimbulkan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, kredit macet, hingga terputusnya mata rantai suplai dan permintaan.

Menurut dia, negara seharusnya hadir memberikan pertolongan kepada yang membutuhkan tanpa membeda-bedakan. “Totalitas kehadiran fasilitas negara tanpa diskrimimasi menjadi sangat penting sebagai bantalan yang menolong supaya kejatuhan sektor ekonomi tidak terjun bebas menjadi sebuah kejatuhan yang mematikan,” tegas dia.

Politikus Partai Golkar itu menambahkan upaya memulihkan ekonomi dari keterpurukan membutuhkan waktu lama. Pasar juga memerlukan para pelaku ekonomi untuk bangkit kembali.

Dia khawatir munculnya ketidakpercayaan terhadap institusi negara jika perekonomian tak kunjung pulih. Dia menegaskan kesalahan dalam mengambil kebijakan untuk memulihkan perekonomian dari efek pandemi covid-19 bisa memicu kerusuhan.

“Ketakutan yang paling utama adalah lahirnya ketidakpercayaan pada institusi negara karena rakyat yang membutuhkan pertolongan justru merasa negara tidak hadir. Bisa-bisa muncul ketidakpercayaan publik bahkan mungkin social unrest (kerusuhan sosial) yang berujung pada koreksi politik dan mengubah perjalanan sejarah bangsa,” ujar dia.

Misbakhun itu juga meyakini pertolongan yang tidak membeda-bedakan akan sangat membantu semua pihak dalam situasi saat ini. “Harapan saya negara hadir untuk semuanya. Dengan fasilitas pertolongan negaralah dunia usaha akan selamat, baik yang kecil, sedang maupun konglomerat,” kata dia.

Sumber: medcom.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only