Sengketa Perbedaan Penggunaan Data dalam Menghitung Peredaran Usaha

Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai perbedaan penggunaan data transaksi sebagai dasar menghitung peredaran usaha wajib pada pada 2008. Perbedaan ini menimbulkan perbedaan jumlah pajak yang terutang.

Dalam kasus ini, wajib pajak berdalil bahwa otoritas pajak tidak tepat dalam menghitung peredaran usaha wajib pajak pada 2008 berdasarkan data tahun 2009. Sebab, hasil perhitungan yang diperoleh hanya berdasarkan asumsi saja dan tidak sesuai fakta.

Wajib pajak menilai penghitungan peredaran usaha berdasarkan data transaksi pada 2008 yang telah dilakukan sudah benar. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan otoritas pajak tidak tepat.

Sebaliknya, otoritas pajak menyatakan bahwa bukti-bukti transaksi pada 2008 yang diberikan oleh wajib pajak tidak otentik dan valid. Data tersebut tidak dapat membantu otoritas dalam menghitung peredaran usaha wajib pajak dengan benar. Oleh karena itu, otoritas memutuskan menggunakan data transaksi pada 2009 sebagai acuan dalam menghitung peredaran usaha wajib pajak pada 2008.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Sementara itu, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan dari otoritas pajak selaku Pemohon PK.

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak meyakini bahwa data-data yang diberikan oleh wajib pajak sudah valid dan benar.

Otoritas pajak tidak dapat membuktikan bahwa data yang diajukan wajib pajak tersebut tidak benar dan tidak valid. Dengan demikian, penghitungan peredaran usaha dengan menggunakan data transaksi 2008 sudah tepat.

Atas permohonan tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 46216/PP/M.V/5/2013 tertanggal 15 Juli 2013, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 18 November 2013.

Pokok sengketa perkara a quo adalah koreksi penghasilan neto sebesar Rp405.951.312 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum dalam Putusan Pengadilan Pajak. Koreksi yang dilakukan wajib pajak dengan mempertimbangkan ketersediaan data sudah benar.

Pemohon PK menyatakan bahwa pada proses keberatan, Termohon PK memang telah menyerahkan data omzet 2008 berupa dokumen print out rekapitulasi penjualan, foto copy SPT tahunan PPh badan masa pajak 2008, dan laporan keuangan 2008. Namun, Termohon PK tidak dapat memberikan bukti invoice dan bukti penjualan pada 2008.

Pada tingkat banding, buku catatan dan dokumen yang diserahkan oleh Termohon PK berkaitan dengan penghasilan pada 2008 juga tidak dapat diyakini kebenarannya. Termohon PK hanya memberikan catatan internal saja dan tidak dapat menyerahkan bukti-bukti pendukung yang otentik dan valid. Bukti tersebut tidak cukup untuk menilai kebenaran jumlah pendapatan yang dilaporkan Termohon PK dalam SPT tahunan PPh badan 2008.

Dengan tidak adanya bukti yang memadai untuk menghitung peredaran usaha Termohon pada 2008, Pemohon PK meminta data transaksi pada 2009. Data transaksi pada 2009 tersebut digunakan sebagai acuan untuk menghitung peredaran usaha Termohon PK pada 2008 dengan mempertimbangkan tingkat inflasi di Provinsi Bali pada 2008.

Berdasarkan pertimbangan di atas, koreksi yang dilakukan Pemohon PK sudah tepat. Pemohon PK sudah melakukan proses pemeriksaan dan penghitungan pajak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dengan demikian, pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah dibuat tanpa memperhatikan fakta dan bukti yang terungkap dalam persidangan.

Sebaliknya, Termohon PK menyatakan sudah memberikan data-data transaksi 2008 dengan benar dan lengkap kepada Pemohon PK. Termohon PK tidak setuju dengan koreksi positif yang dilakukan oleh Pemohon PK dengan menggunakan data 2009.

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat bahwa alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya sudah tepat dan benar. Terdapat beberapa pertimbangan Mahkamah Agung dalam memutus perkara ini.

Pertama, Mahkamah Agung sudah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan para pihak yang bersengketa. Hakim menyatakan dalil-dalil yang diajukan Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta dan melemahkan bukti yang terungkap dalam persidangan.

Kedua, dalam perkara a quo,Termohon PK sudah tepat dalam menghitung peredaran usahanya dengan menggunakan data transaksi 2008. Penghitungan peredaran usaha oleh Termohon PK sudah didukung dengan bukti yang memadai dan telah diuji kebenarannya dalam persidangan.

Koreksi Pemohon PK tidak menggunakan dasar hukum yang jelas sehingga tidak dapat dipertahankan. Lebih lanjut, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang bertentangan dengan peraturan yang berlaku.

Berdasarkan pertimbangan di atas, Mahkamah Agung menyatakan menolak permohonan PK yang diajukan Pemohon PK. Pemohon PK ditetapkan sebagai pihak yang kalah dan wajib membayar biaya perkara.

Sumber: ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only