Kemenkeu Permudah Prosedur Insentif Pajak UMKM Ditanggung Pemerintah

Perpanjangan periode pemberian insentif pajak sekaligus penyederhanaan prosedur pemanfaatannya oleh pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menjadi bahasan media nasional pada hari ini, Senin (20/7/2020).

Melalui PMK 86/2020, pemerintah memperpanjang masa pemberian insentif pajak yang sebelumnya ada dalam PMK 44/2020 hingga Desember 2020. Simak artikel ‘Keterangan Resmi DJP Soal PMK Baru Insentif Pajak WP Terdampak Corona’.

Khusus untuk insentif pajak penghasilan (PPh) final ditanggung pemerintah (DTP), pelaku UMKM tidak harus mengajukan Surat Keterangan Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 2018 seperti yang menjadi syarat sebelumnya. Wajib pajak UMKM hanya cukup menyampaikan realisasi setiap bulan.

“Penyampaian laporan realisasi … bagi wajib pajak yang belum memiliki Surat Keterangan, dapat diperlakukan sebagai pengajuan Surat Keterangan,” demikian penggalan bunyi Pasal 6 ayat (6) PMK 86/2020.

Terhadap wajib pajak tersebut, dapat diterbitkan Surat Keterangan sepanjang memenuhi persyaratan yang ada dalam peraturan menteri keuangan yang mengatur mengenai pelaksanaan PP No. 23 Tahun 2018.

Selain itu mengenai insentif pajak, ada pula bahasan mengenai rencana Ditjen Pajak (DJP) terkait dengan pembaruan aplikasi layanan e-Faktur dari versi 2.0 menjadi versi 3.0. Proses uji coba (piloting) masih terus berjalan.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Transaksi dengan Pemotong atau Pemungut Pajak
Kendati tidak mengatur kewajiban pengajuan Surat Keterangan, dalam PMK 86/2020 ditegaskan wajib pajak yang melakukan transaksi objek pemotongan atau pemungutan PPh dengan pemotong atau pemungut pajak, harus menyerahkan fotokopi Surat Keterangan dan terkonfirmasi kebenarannya dalam sistem informasi DJP.

“Pemotong atau pemungut pajak … tidak melakukan pemotongan atau pemungutan PPh terhadap wajib pajak yang telah menyerahkan fotokopi Surat Keterangan dan telah terkonfirmasi,” demikian penggalan Pasal 5 ayat (6) PMK 86/2020. (DDTCNews)

Pemberitahuan Hanya oleh Wajib Pajak Pusat
Untuk insentif PPh Pasal 21 DTP, pemberitahuan pemanfaatan oleh pemberi kerja yang memiliki cabang hanya dilakukan lewat wajib pajak pusat. Namun, karyawan tetap harus memiliki NPWP dan penghasilan bruto yang bersifat tetap dan teratur yang disetahunkan tidak lebih dari Rp200 juta.

“Apabila wajib pajak memiliki cabang maka pemberitahuan pemanfaatan insentif PPh Pasal 21 cukup disampaikan wajib pajak pusat dan berlaku untuk semua cabang,” kata DJP. (Kontan/Bisnis Indonesia/DDTCNews)

Penjaga Basis Pajak
Managing Partner DDTC Darussalam berpendapat dengan adanya perpanjangan periode pemberian insentif, akan ada dampak keberlanjutan baik bagi ekonomi secara umum maupun penerimaan pajak.

“Jangan sampai krisis menyebabkan hilangnya basis pajak secara permanen misalkan akibat pemutusan hubungan kerja (PHK), penutupan kegiatan bisnis, ataupun beralihnya struktur ekonomi dari sektor formal ke informal. Nah, melalui insentif inilah pemerintah berupaya mencegah hal-hal tersebut,” kata Darussalam. (Kontan)

E-Faktur 3.0
Direktur Teknologi Informasi dan Komunikasi DJP Iwan Djuniardi mengatakan tahap uji coba e-Faktur 3.0 masih terjadwal. Bila berjalan lancar, piloting terbatas akan dilakukan Agustus untuk seluruh KPP LTO, KPP Madya Jakarta, dan perwakilan pengusaha kena pajak (PKP) di KPP Madya luar wilayah Jakarta.

Selanjutnya, e-Faktur 3.0 dijadwalkan mulai berjalan penuh secara nasional pada November 2020. Meski begitu, target tersebut belum memperhitungkan pandemi Covid-19 yang muncul pada Maret 2020 dan memengaruhi proses bisnis DJP.

“Kalau dari kami (IT DJP) belum ada perubahan rencana, tetapi nanti tentu saja lihat perkembangan juga,” jelas Iwan.

PMK yang Memuat Ketentuan Sanksi
Perincian pengenaan sanksi bagi pemungut pajak pertambahan nilai (PPN) perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) yang melanggar ketentuan akan diatur dalam peraturan menteri keuangan (PMK) tersendiri.

Kasubdit Peraturan PPN Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya DJP Bonarsius Sipayung mengatakan meski norma dari sanksi telah tertuang dalam UU 2/2020, Kemenkeu akan mengatur ketentuan sanksi dalam PMK tersendiri, tidak masuk PMK 48/2020.

“Kementerian Keuangan mengambil sikap norma pengenaan sanksi dan penunjukan perwakilan itu pakai PMK sendiri. Ini sedang kita proses,” ujar Bonarsius.

Sumber : ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only