Pajak Korporasi Merugi Bisa Menghambat Investasi

JAKARTA. Pemerintah harus menimbang masak-masak rencana penerapan pajak penghasilan bertarif minimal bagi perusahaan merugi. Rencana mengejar setoran pajak penghasilan (PPh) dari wajib pajak badan, termasuk korporasi yang sedang merugi, dengan tarif minimal atau alternative minimum tax (AMT) bisa menghambat investasi.

Beleid ini dianggap kontra produktif dengan perbaikan iklim investasi di tengah proses pemulihan ekonomi dari pandemi. Wakil Ketua Komite Tetap Bidang Perpajakan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Herman Juwono menyatakan, rencana AMT bisa menjadi buah simalakama atas agenda Indonesia mengejar arus investasi.

Umumnya perusahaan dengan nilai investasi besar, masih merugi dalam empat tahun pertama sejak beroperasi. Lazim terjadi, mereka baru mencatat laba pada tahun kelima atau keenam setelah beroperasi. Jika harus membayar pajak di saat masih merugi, para investor bisa membatalkan niatnya berinvestasi di Indonesia.

Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan Badan Pengurus Pusat (BPP) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Ajib Hamdani menilai, skema AMT tak sesuai prinsip perpajakan. Secara filosofis, kata dia, PPh adalah pajak atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang dimiliki wajib pajak. Perusahaan membayar pajak kalau mereka mencetak laba. “Pajak harus fokus dengan penguatan database dan terintegrasi, dibanding membuat alternatif pajak yang tak sesuai dengan objeknya,” kata Ajib kepada KONTAN, kemarin (3/6).

Memang, Ajib menilai, pajak minimal bagi korporasi merugi dapat menjaring pajak korporasi lebih banyak untuk mengejar setoran penerimaan ajak. Tapi, jangka panjang, efeknya bisa menghambat upaya menarik investasi.

Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi/ Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Imam Soejoedi menilai, kebijakan ini bisa mempengaruhi iklim investasi. Imam berharap, Kementerian Keuangan (Kemkeu) menjaring pendapat pengusaha agar kebijakan baru ini mendukung penumbuhan dunia usaha. “Sebelum diterbitkan pastikan ada komunikasi dengan stakeholder dengan pengusaha. Sampai sekarang belum ada,” kata Imam.

Sebagai catatan, Kemkeu akan mengenakan PPh dengan tarif minimum bagi perusahaan rugi atau AMT. AMT ditujukan bagi wajib pajak badan dengan PPh terutang kurang dari batasan tertentu.

Langkah ini dilakukan agar kas negara tak bolong akibat semua perusahaan mengaku rugi sehingga punya dalih untuk tidak membayar pajak. Sejauh ini, Kemkeu belum menyampaikan usulan tarif AMT maupun batasan omzet kerugian serta jangka waktu kerugian korporasi merugi.

Jika merujuk pada rekomendasi International Monetary Fund (IMF), negara berkembang yang sudah menaikkan basis pembayar pajak, bisa menerapkan tarif AMT sekitar 1% dari peredaran usaha.

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo menyatakan, AMT bertujuan menciptakan keadilan bagi seluruh korporasi. Pertimbangannya, seluruh korporasi untung maupun buntung sama-sama menikmati fasilitas dan layanan publik.

Yustinus menyatakan, AMT akan mendorong kepatuhan sukarela karena memberi pilihan bagi korporasi merugi dari tarif pajak normal yang lebih tinggi. “Jadi merugi terus yang non-alamiah tidak lagi jadi pilihan menghindari pajak,” tandas dia.

Sumber: Harian Kontan, Jumat 04 Jun 2021 hal 1

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only