Mengoptimalkan Semua Pendapatan Negara 2022

JAKARTA. Pemerintah tengah berupaya menjajaki berbagai cara  untuk bisa menambah pendapatan pada tahun 2022. Maklum saja target penerimaan negara tahun depan sebesar Rp 1.823,5 triliun hingga Rp 1.895,9 triliun, atau naik 4,57%-8,73% dari proyeksi tahun ini Rp 1.743,65 triliun.

Target tersebut setara dengan 10,18% sampai dengan 10,44% terhadap produk domestic bruto (PDB) 2022. Dan sebagai contributor penerimaan negara terbesar, pajak akan digeber.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebutkan reformasi perpajakan akan dilanjutkan pada tahun depan melalui inovasi penggalian potensi guna meningkatkan rasio penerimaan pajak atau tax ratio. Antara lain memperluas basis perpajakan seperti optimalisasi pajak e-commerce dalam skema perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) dan menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) juga, menerapkan cukai kantong plastik.

Sejalan dengan itu, pemerintah akan meningkatkan tarif pajak PPN sebagaimana dalam perubahan kelima Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1993 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Lebih lanjut, beleid tersebut mengubah tarif PPN menjadi 12% dari yang saat ini berlaku sebesar 10%. Namun, di saat bersamaan pemerintah juga akan mengatur kebijakan PPN multi tarif yakni tarif rendah 5% dan tarif tinggi 25% untuk barang/jasa tertentu.

Tak hanya itu, pemerintah akan memperluas objek kena pajak baik berupa barang maupun jasa. Antara lain barang kebutuhan pokok atau sembako, barang pertambangan, jasa pelayanan kesehatan, jasa pelayanan sosial, jasa pengiriman surat dengan perangko, jasa asuransi, jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan, jasa angkutan umum darat dan air, jasa tenaga kerja, jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam, dan jasa pengirian uang dengan wesel pos.

Selain itu, pemerintah juga akan menambah satu lapisan pendapatan kena pajak yakni untuk yang berpenghasilan lebih dari Rp 5 miliar per tahun dikenakan tarif pajak penghasilan (PPh) orang pribadi (OP) sebesar 35%.

Selain itu, perubahan UU KUP tersebut juga akan menggelar program pengampunan pajak atau tax amnesty. Pemutihan pajak ini diberikan kepada alumni peserta tax amnesty 2016-2017 lalu dengan tarif PPh OP sebesar 12,5% hingga 15%, dan untuk wajib pajak yang belum ikut pengampunan pajak atas harta kekayaan di tahun 2016-2019 tarifnya 20%-30%.

“Kami akan memberikan rekomendasi komunikasi ke Komisi XI, baik dalam follow up tax amnesty, potensi pajak atau penerimaan lainnya, termasuk dari cukai,” kata Menkeu saat Rapat Kerja dengan Komisi XI, Selasa (8/6).

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy menilai, tarif beberapa layanan seperti migas juga bisa ditingkatkan, sembari mendorong optimalisasi lifting migas. Menurut Yusuf, hal ini masih bisa dimungkinkan dengan munculnya optimism terkait investasi di dalam negeri. “Harapannya dengan beragam insentif tersebut bisa mendorong eksplorasi cadangan baru hingga investasi di sisi hulu migas,” kata Yusuf kepada KONTAN.

Tak hanya itu, optimalisasi PNBP yang berasal dari mineral dan batubara (minerba) juga bisa digenjot. Sebab sektor minerba masih akan diuntungkan oleh tren harga mineral dan batubara yang berpeluang melanjutkan penguatan harga pada tahun depan.

Selain pajak, menurut Yusuf, pemerintah juga bisa mengoptimalkan penerimaan dari sisi cukai. Salah satu caranya adalah dengn menambah basis barang kena cukai baru. Salah satunya adalah penerapan cukai untuk minuman berpemanis di tahun depan. Meskipun cara ini butuh kajian mendalam karena berpotensi berdampak terhadap perekonomian.

Rupanya, saran penerapan cukai minuman berpemanis mendapat respon positif dari wakil rakyat. Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Dolfie OCP meminta agar pemerintah bisa menerapkan cukai terhadap minuman berpemanis. Penambahan barang kena cukai yakni minuman tersebut diyakini bisa menjadi salah satu sumber penerimaan negara tahun depan.

Sumber: Harian Kontan, Senin 14 Juni 2021 hal 2

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only