taf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo, memberikan penjelasan tentang rencana pemerintah mengubah tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Tarif PPN akan disesuaikan untuk barang-barang tertentu.
Yustinus mengatakan, isu yang diangkat dalam rencana PPN bukan soal kenaikan dan tidak, tapi untuk mengurangi distorsi. Pemerintah disebut ingin memberikan fasilitas yang tepat sasaran.
Melalui rencana ini, PPN untuk barang-barang kebutuhan masyarakat yang mungkin saat ini dikenai pajak 10 persen, nantinya bisa turun menjadi 7 persen atau bahkan 5 persen.
“Sebaliknya barang-barang yang tidak dibutuhkan masyarakat banyak, tapi dikonsumsi oleh kelompok atas yang mungkin sifatnya terbatas itu bisa dikenai pajak lebih tinggi. Itu yang sekarang sedang dirancang, jadi isunya lebih pada bagaimana sistem PPN kita lebih efektif dan kompetitif menciptakan keadilan dan juga berdampak baik pada perekonomian,” jelas Yustinus dalam webinar Infobank pada Kamis (3/6).
Oleh sebab itu, menurut Yustinus, wacananya bukan soal kenaikan tarif PPN. Terlebih saat ini pandemi Covid-19, sehingga pemerintah tidak bisa mendorong atau mengejar penerimaan pajak secara agresif karena dinilai tidak bijak.
“Maka kita buatkan payung kebijakan yang mungkin penerapannya bisa satu hingga dua tahun lagi. Tapi kita siapkan sekarang mumpung kita punya kesempatan,” ungkapnya.
Pemerintah berencana menaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada 2022. Kenaikan tarif pajak ini disebut bertujuan mendorong realisasi target penerimaan pajak di tahun depan.
Seperti diketahui, berdasarkan Undang-Undang PPN Pasal 7 pemerintah bisa mengatur perubahan tarif PPN paling rendah berada pada angka 5 persen dan paling tinggi 15 persen. Adapun saat ini, tarif PPN berlaku untuk semua produk dan jasa, yakni 10 persen.
Berdasarkan catatan, data penerimaan pajak tahun 2020, PPN dalam negeri memberikan kontribusi pemasukan sebesar Rp 298,4 triliun dan PPN Impor sebesar Rp 140,14 triliun. Total PPN sejumlah Rp 439,14 triliun ini setara dengan 36,63 persen penerimaan pajak.
Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional Republik Indonesia (BPKN RI), Rizal Edy Halim mengatakan, kenaikan tersebut secara otomatis akan berimbas kepada naiknya harga barang dan jasa di seluruh Indonesia, meningkatkan resiko turunnya daya beli masyarakat.
“Kalau ada penyesuaian tarif PPN dari 10-15 persen maka tentunya akan terjadi kenaikan harga barang karena PPN dibayarkan oleh konsumen dibebankan kepada konsumen maka harga barang itu akan semakin menekan daya beli,” ujarnya.
Sumber: Merdeka.com
Leave a Reply