Wacana pemerintah terkait penerapan pajak pertambahan nilai atau PPN bagi sembako, jasa pendidikan, hingga biaya persalinan menuai kritik publik yang tak setuju atas rencana tersebut.
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati bereaksi menolak rencana perubahan kelima Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1993 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) tentang berencana mengenakan pajak untuk sembako dan biaya persalinan.
Selaku Ketua DPP PKS Bidang Perempuan dan Ketahanan Keluarga, Kurniasih menegaskan, pengenaan PPN untuk sembako dan biaya persalinan akan semakin memberatkan keluarga yang sudah amat terpukul dengan situasi Pandemi.
“Kita sangat prihatin ya dengan rencana penambahan beban biaya kepada masyarakat. Unsur yang paling terpukul pasti keluarga,” kata Kurniasih.
Selain itu, Kurniasih mengatakan apabila PPN diterapkan untuk sembako, pendidikan dan biaya persalinan. Harus mencari solusi yang lain untuk menyelesaikan persoalan keuangan negara.
“Harus cari solusi lain untuk persoalan keuangan negara ini, tidak menambah beban baru bagi keluarga-keluarga di Indonesia,” kata Kurniasih dalam keterangannya di Jakarta, Minggu, 13 Juni 2021.
Lebih lanjut, Kurniasih menekankan sembako dalam kebutuhan pokok yang dikonsumsi oleh keluarga Indonesia sehari-hari.
Namun, ia menuturkan tugas pemerintah justru memastikan agar setiap keluarga di Indonesia bisa mendapat akses terhadap sembako dengan mudah.
“Pada situasi non pandemi tugas pemerintah memastikan agar rakyatnya bisa mendapat sembako dengan mudah salah satunya keterjangkauan harga. Apalagi sekarang di era sulit seperti Pandemi ini. Sangat berat sekali buat keluarga Indonesia,” ujar Kurniasih.
Apalagi, kata Kurniasih, Indonesia masih buruk dalam angka stunting dan gizi buruk anak. Data Unicef menunjukkan pada 2020 lebih dari dua juta anak menderita gizi buruk dan lebih dari tujuh juta anak di bawah usia 5 tahun mengalami stunting.
Kemenkes juga menyebut angka stunting dan gizi buruk di Indonesia melebihi angka toleransi dari WHO. Toleransi WHO untuk gizi buruk adalah 10 persen dan stunting 20 persen.
Sementara Indonesia masih 26,67 persen pada 2019. Jumlah ini diprediksi angka meningkat 15 persen akibat Pandemi Covid-19, sebagaimana dikutip Pikiran-Rakyat.com dari laman resmi PKS.
“Masih tingginya angka gizi buruk dan stunting karena kemiskinan dan akses terhadap sumber makanan yang tidak memenuhi syarat. Jika sembako kena pajak, bisa dibayangkan berapa banyak keluarga yang terancam dalam gizi dan kesehatannya?,” tutur Kurniasih.
Sementara soal biaya persalinan, Kurniasih meminta hal ini tetap menjadi tanggungan BPJS Kesehatan, bukan justru dikenakan pajak tambahan.
Ia juga meminta sektor kesehatan, yang menjadi hajat hidup orang banyak tidak menjadi beban baru bagi masyarakat yang tengah menghadapi Pandemi.
“Harus ada skala prioritas dalam penyusunan APBN sehingga tidak ada pembebanan kepada masyarakat yang sudah terimbas Pandemi Covid-19. Masyarakat sudah memiliki beban tambahan selama Covid-19 untuk beli masker, untuk melakukan test Covid-19 tambahan jika melahirkan, untuk membeli multivitamin guna menjaga imunitas, jangan ditambah lagi dengan beban pajak,” kata Kurniasih.***
Sumber : Pikiran-rakyat.com
Leave a Reply