Rencana PPN Sembako Dinilai Bakal Menyengsarakan Petani dan Nelayan

Jakarta – Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional memperkirakan penerapan Pajak Pertambahan Nilai untuk barang kebutuhan pokok alias sembako akan membuat para petani dan nelayan merugi. Pasalnya, pengenaan PPN itu akan membuah harga komoditas naik dan permintaan di pasar turun.

“Itu akan berimbas ke konsumen yang akan mengerem membeli produk-produk yang harganya tinggi dan bisa berdampak sangat signifikan bagi pemasaran produk hasil bumi petani,” ujar Wakil Sekretaris Jenderal KNTA Nasional Zulharman Djusman dalam keterangan tertulis, Kamis, 10 Juni 2021.

Apabila PPN dikenakan pada sembako, KNTA menyarankan pemerintah memberikan subsidi harga bagi produk nelayan atau petani. Sehingga dapat menjaga stabilitas harga di pasar. Zulharman mengatakan usulan itu sebenarnya sudah kerap dilontarkan petani, namun belum ada realisasinya.

“Bahkan info selanjutnya malah pemerintah akan mengurangi hingga mencabut subsidi pupuk bagi petani/nelayan. Jika ke depan hal ini terjadi maka dunia pertanian dan perikanan akan mengalami kegoncangan terutama petani/nelayan tradisional,” ujar dia.

Kalau pun pemerintah tetap mau mengenakan PPN pada produk pertanian, Zulharman menyarankan agar pengenaan itu hanya untuk produk dari pengusaha berskala besar dan bukan untuk produk petani dan nelayan tradisional.

“Itu pun masukan yang masih harus di kaji kembali. Mengingat, semua sektor ekonomi pada saat ini sedang lesu dan kurang berjalan, bahkan rakyat masih tetap butuh perhatian dan bantuan pemerintah terutama pelaku ekonomi seperti petani dan nelayan,” tuturnya.

Sebelumnya, pemerintah berencana menjadikan bahan pokok sebagai objek pajak. Dengan demikian, produk hasil pertanian, peternakan, perkebunan, dan kehutanan bakal menjadi barang kena pajak yang dikenai tarif pajak pertambahan nilai (PPN). Kebijakan itu akan tertuang dalam perluasan objek PPN yang diatur dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Meski demikian, sejauh ini pemerintah belum menentukan tarif mana yang akan diberlakukan. Terdapat beberapa opsi yang menjadi pertimbangan, yakni PPN Final 1 persen, tarif rendah 5 persen, atau tarif umum 12 persen.

Dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini, bahan pokok menjadi kelompok barang yang dikecualikan sebagai objek pajak. Peraturan Menteri Keuangan No. 99/2020 menyebutkan setidaknya ada 14 kelompok barang yang tidak dikenai tarif PPN, di antaranya adalah beras dan gabah, jagung, sagu, garam konsumsi, gula konsumsi, susu, kedelai, telur, sayur-sayuran, dan buah-buahan.

Sumber: bisnis.tempo.co

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only