Kepala Bappebti Curhat Tingginya Pajak Penghasilan Terhadap Transaksi Berjangka

Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Indrasari Wisnu Wardhana memaparkan beberapa persoalan yang saat ini menjadi penghambat pertumbuhan transaksi perdagangan berjangka. Salah satu poin yang disorot yaitu tingginya PPh (Pajak Penghasilan) Final sebesar 2,5 persen.

PPh final ini merupakan pajak yang akan dikenakan secara langsung ketika seorang wajib pajak menerima atau memperoleh penghasilan. Indrasari mengatakan, besaran PPh Final tersebut lebih tinggi dibanding transaksi di pasar modal.

“Belum kompetitifnya pengenaan PPh final terhadap transaksi derivatif pada saat ini dikenakan 2,5 persen. Sedangkan di bursa efek hanya dikenai 0,1 persen,” katanya saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR secara virtual, Selasa (29/6).

Menurut Indrasari, dukungan insentif di sektor perdagangan komoditi berjangka akan sangat mempengaruhi pertumbuhan ke depan. Ia mencatat, transaksi uang kripto mencapai Rp 370,4 triliun hingga Mei 2021. Angka tersebut jauh melampaui realisasi transaksi aset elektronik sepanjang tahun lalu sebesar Rp 64,97 triliun.

“Saat ini yang baru ada adalah pedagang aset kripto, sedangkan bursanya sedang dalam tahap pendirian. Ini yang jadi kendala, belum baiknya transaksi kripto,” imbuhnya.

Persoalan lain yang masih menjadi masalah dasar dari perdagangan komoditi berjangka yaitu minimnya kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi. Indrasari mengaku saat ini kontrak-kontrak perdagangan komoditi berjangka masih terbatas.

“Masih minimnya partisipasi produsen, pedagang dan konsumen untuk bertransaksi di bursa berjangka,” tuturnya.

Dalam paparannya, ada empat peraturan tertulis yang melegalkan perdagangan komoditas digital seperti aset kripto, di antaranya:

1. Peraturan Bappebti Nomor 2 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pasar Fisik Komoditi di Bursa Berjangka.

2. Peraturan Bappebti Nomor 3 Tahun 2019 tentang Komoditi yang dapat Dijadikan Subjek Kontrak Berjangka, Kontrak Derivatif Syariah, dan/atau Kontrak Derivatif lain yang Diperdagangkan di Bursa Berjangka.

3. Peraturan Bappebti Nomor 4 Tahun 2019 tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Emas Digital di Bursa Berjangka.

4. Peraturan Bappebti Nomor 5 Tahun 2019 tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto (Crypto Asset) di Bursa Berjangka.

Sumber: kumparan.com, Selasa 29 Juni 2021

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only