Setahun Pandemi, Pengusaha Masih Hadapi Kendala Pasok Alkes

JAKARTA — Pelaku usaha masih menghadapi sejumlah kendala dalam memasok alat kesehatan untuk kebutuhan di tengah pandemi Covid-19, baik lewat impor maupun pengadaan dari dalam negeri.

Sekretaris Jenderal Gabungan Perusahaan Alat-alat Kesehatan dan Laboratorium (Gakeslab) Randy H. Teguh mengatakan bahwa naiknya jumlah produsen alat kesehatan di dalam negeri tidak lantas membuat pasokan alkes melimpah. 

Dia menjabarkan bahwa izin usaha produksi alkes naik dari sekitar 200 usaha pada 2019 menjadi sekitar 500 usaha jika mengacu pada penerbitan izin dari Kementerian Kesehatan. Namun, Randy mengatakan penambahan usaha baru masih didominasi oleh alat kesehatan dengan adopsi teknologi rendah.

“Untuk industri baru dengan adopsi teknologi tinggi masih terbatas. Memang untuk pendalaman industri alat kesehatan tidak semudah membalik tangan,” kata Randy kepada Bisnis, Senin (28/6/2021).

Dia mengatakan sejatinya telah banyak minat pelaku usaha untuk mulai produksi alat kesehatan di dalam negeri. Namun, terdapat kendala ekosistem, terutama dari sisi pengadaan bahan baku.

Sebagian besar bahan baku untuk industri alat kesehatan sendiri berasal dari negara-negara produsen utama seperti China, Korea Selatan, dan Jepang. Hanya saja, perakitan bahan baku di dalam negeri justru bisa menghasilkan produk jadi dengan harga lebih tinggi dibandingkan dengan impor barang jadi.

“Kebanyakan negara-negara pemasok ini mengenakan pajak yang tinggi untuk ekspor bahan baku. Akhirnya kalau dihitung-hitung justru lebih mahal dibandingkan dengan impor barang jadi. Jika demikian [lebih mahal] tentu rumah sakit akan keberatan dengan harga produk yang lebih mahal,” papar Randy.

Sementara untuk importasi, Randy menyebutkan kendala yang kerap dihadapi adalah masa pemesanan yang terbatas karena proses melalui e-katalog kerap terlambat. Sebagaimana diketahui, rumah sakit melakukan pembelian produk melalui katalog daring yang disediakan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

“Karena penayangan di katalog terlambat, bisa sampai 6 bulan, kami hanya punya 1 semester untuk persiapan. Kami khawatir dari produsen tidak bisa antisipasi karena skema impor biasanya hanya dilakukan jika ada permintaan,” paparnya.

Terpisah, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan bahwa kebijakan kemudahan impor untuk alat kesehatan akan dipertahankan. Kelancaran rantai nilai produk-produk penting dalam penanganan Covid-19 sendiri telah menjadi norma yang disepakati negara-negara di dunia.

“Semua negara keluar dari tupoksi biasa karena ini masalah luar biasa dan kita harus address secara luar biasa. Kita juga tidak bisa mengganggu mata rantai atau tambahan biaya dalam perdagangan karena menyangkut kepentingan kemanusiaan,” kata Lutfi.

Mengutip data Kementerian Kesehatan, dari 496 jenis alat kesehatan yang ditransaksikan dalam e-katalog pada 2019 sampai 2020, hanya 152 jenis produk yang bisa diproduksi di dalam negeri. Sementara 344 jenis produk lainnya masih dipenuhi lewat impor.

Di sisi lain, dari total 1.809 item obat yang ditransaksikan dalam e-katalog, hanya 56 item yang belum diproduksi dalam negeri. Namun, hanya 2 dari 10 molekul obat dengan konsumsi terbesar yang diproduksi di dalam negeri.

Sumber : Bisnis.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only