Pertaruhan Di Sunset Policy

Program penghapus an sanksi pajak untuk mendorong kepatuhan su karela atau Sunset Policy menjadi pertaruhan pemerintah untuk melonggarkan ruang fiskal, yang sejak tahun lalu bekerja ekstra keras me-minimalisasi dampak pan demi Covid-19 terhadap ekonomi.

Melalui kebijakan tersebut, pemerintah bakal memperoleh ruang yang lebih leluasa untuk mengelola fiskal jika dapat menggali potensi penerimaan pajak yang nilainya mencapai Rp67,6 triliun. 

Potensi penerimaan ini tercatat dalam Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kelima Atas UU No. 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Berdasarkan naskah akademik yang diterima Bisnis tersebut, estimasi jumlah potensi didapatkan melalui selisih jumlah harta yang belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Tahun Pajak 2019 dengan jumlah harta. 

Jumlah harta yang dimak-sud, dihitung berdasarkan data dari pertukaran informasi otomatis atau Automatic Exchange of Information (AEOI) yang dikalikan dengan tarif efektif pajak sebesar 15% dari jumlah harta yang belum dilaporkan dalam SPT Ta hunan PPh Tahun Pajak 2019.

Berdasarkan penghitungan pemerintah, selisih antara jumlah harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2019 dengan jumlah harta berdasarkan data AEOI yaitu sebesar Rp451 triliun.

Dengan menggunakan asumsi tarif sebesar 15% yang diusulkan oleh pemerintah, jumlah potensi penerimaan pajak yang didapat sebesar Rp67,6 triliun.

Jika dibandingkan dengan target penerimaan pada tahun ini yang mencapai Rp1.229,6 triliun, potensi yang bisa digali dari Sunset Policy itu memang cukup kecil. 

Namun, setidaknya dana ini dapat dijadikan bantalan di tengah terbatasnya instrumen pemerintah untuk meminimalisasi dampak pandemi Covid-19.

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan, tarif 15% dalam program Sunset Policy ini merupakan angka yang cukup rasional untuk menciptakan keadilan bagi wajib pajak.

Sesungguhnya, pemerintah bisa saja mengenakan denda hingga 200% sesuai dengan amanat UU KUP. 

Denda superjumbo itu dapat diterapkan kepada wajib pajak yang tidak menyampaikan SPT secara riil, atau melakukan manipulasi data penghasilan.

Sayangnya jika denda sebesar 200% ini diterapkan, maka tidak akan memberikan keadilan bagi wajib pajak yang telah bersedia mengungkap jumlah harta kepada pemerintah. 

“Posisi pemerintah adalah memfasilitasi yang benar-benar patuh dan jujur. Kebijakan ini sebagai bagian peningkatan kepatuhan sukarela,” kata Prastowo kepada Bisnis, Selasa (29/6).

Dia menambahkan, posisi pemerintah cukup moderat terkait dengan program Sunset Policy. Artinya, tidak ada paksaan dari pemerintah kepada wajib pajak.

Prastowo menegaskan seandainya wajib pajak tidak mengindahkan kebijakan itu, maka dapat segera diterapkan mekanisme yang berlaku mulai dari imbauan hingga pemeriksaan. 

DUKUNGAN PEBISNIS

Sementara itu, pelaku bisnis men dukung diterapkannya program Sunset Policy berikut tarif 15% seperti usulan pemerintah. 

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hari yadi B. Sukamdani menilai pemerintah memiliki tujuan jangka panjang dari program tersebut, utamanya menambah pundi-pundi pendapatan negara. 

“Kebijakan ini tidak memberatkan pelaku usaha karena sudah mulai terbangun budaya ketertiban dan kedisiplinan dalam urusan perpajakan,” tuturnya. 

Selain itu, imbuhnya, program ini turut memberikan kesempatan kepada pebisnis untuk menuntaskan masalah administrasi perpajakan yang masih menggantung. 

Senada, Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Ajib Hamdani menyatakan, Sunset Policy menjadi langkah positif bagi pemerintah untuk mendapatkan dan segar tanpa memancing dinamika. 

Meskipun demikian, program ini memiliki tantangan yang cukup berat, a.l. sekuat apa daya tarik yang diimplementasikan pemerintah untuk mendorong wajib pajak mengungkap jumlah harta secara sukarela. Rupa-rupanya, tantangan tersebut disadari penuh oleh pemerintah. 

Merujuk kembali pada Naskah Akademik RUU KUP, pemerintah mempelajari kendala yang muncul dalam Sunset Policy pada 2008. 

Tiga kendala utama adalah waktu pelaksanaan terlalu pendek, pengampunan hanya meliputi sanksi administrasi, dan ketidaksiapan sistem administrasi perpajakan.

Becermin dari hal itu, Ajib mengusulkan agar pemerintah membuat tolok ukur dan memilih instrumen yang tepat untuk menunjang peningkatan kerelaan wajib pajak dalam program Sunset Policy.

Dia menambahkan, tantangan lain yang mengemuka adalah terbatasnya kemampuan wajib pajak untuk melakukan pembayaran denda, mengingat kondisi ekonomi selama hampir 2 tahun terakhir cukup lesu.

“Oleh karena itu, pemerintah perlu menyiapkan langkah antisipatif kepada wajib pajak yang bersedia melakukan pelaporan secara sukarela tetapi memiliki keterbatasan dalam pembayaran denda,” tegasnya.

Secara singkat, Direktur Eksekutif MUC Tax Research Institute Wahyu Nuryanto menambahkan, pekerjaan rumah pemerintah selanjutnya adalah menggali seluruh potensi penerimaan yang telah dihitung itu dan mencari cara agar tidak ada celah bagi wajib pajak untuk mengelak.

Sumber : Harian Bisnis Indonesia

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only