Tax Amnesty Jilid II dan Karpet Merah Pengemplang Pajak

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengklaim program pengampunan pajak atau tax amnesty yang berlangsung pada 2016 dan 2017 menjadi catatan bersejarah.

Indonesia dinilai sebagai salah satu negara tersukses dibandingkan negara-negara lain juga melakukan program tax amnesty.

“Jumlah deklarasi mencapai Rp 4.884 triliun, atau mencapai 39,3%. Bayangkan 40% dari GDP kita yang tidak dideklarasikan kemudian dideklarasikan di dalam tax amnesty,” jelas Sri Mulyani dalam rapat kerja Komisi XI DPR, dikutip Selasa (29/6/2021).

“Total uang tebusan mencapai Rp 114,54 triliun atau sekitar 0,92% dari GDP. Ini adalah total terbesar di antara berbagai negara yang pernah melaksanakan tax amnesty,” kata Sri Mulyani melanjutkan.

Tax Amnesty, kata Sri Mulyani juga telah mendorong kepatuhan pajak dari para pesertanya. Dari sisi compliance atau kepatuhan misalnya, meningkat dari 8,1% pada 2014. Meningkat drastis menjadi 132,5% pada 2016. Dalam hal tersebut, untuk Tax Amnesty, tingkat kepatuhan SPT tahunannya mencapai lebih dari 91%.

Disamping itu pada tumbuhan dari nilai pembayaran pajak dari para wajib pajak orang pribadi yang merupakan peserta tax amnesty, kata Sri Mulyani juga mengalami kenaikan atau lebih tinggi dari wajib pajak yang bukan peserta tax amnesty.

Atas keberhasilan itu, pemerintah membuka wacana untuk kembali menggelar program Tax Amnesty jilid II. Pemerintah tengah menyusun skema Tax Amnesty jilid II melalui revisi kelima UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Seperti diketahui, pada Pasal 37 C RUU KUP mencantumkan waktu pengungkapan harta adalah 1 Juli 2021 hingga 31 Desember 2021.

Pengungkapan tersebut harus melampirkan bukti pembayaran PPh bersifat final, daftar rincian harta beserta informasi kepemilikannya dan surat pernyataan untuk diinvestasikan ke dalam surat berharga negara.

DJP selanjutnya akan menerbitkan surat keterangan terhadap penyampaian surat pemberitahuan pengungkapan harta oleh wajib pajak. Atas pengungkapan tersebut maka wajib pajak bebas sanksi administratif.

Harta yang diungkapkan meliputi periode 1 Januari 2016 sampai 31 Desember 2019 dan belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak 2019.

Ketentuan lain yang harus dipenuhi adalah berikut:

a. tidak sedang dilakukan pemeriksaan, untuk Tahun Pajak 2016, Tahun Pajak 2017, Tahun Pajak 2018, dan/atau Tahun Pajak 2019;
b. tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan, untuk Tahun Pajak 2016, Tahun Pajak 2017, Tahun Pajak 2018, dan/atau Tahun Pajak 2019;
c. tidak sedang dilakukan penyidikan atas tindak pidana di bidang perpajakan;
d. tidak sedang berada dalam proses peradilan atas tindak pidana di bidang perpajakan; dan/atau
e. tidak sedang menjalani hukuman pidana atas tindak pidana di bidang perpajakan.

Sementara itu tarif PPh yang dikenakan adalah 30%. Namun wajib pajak bisa membayar 20% apabila diinvestasikan ke instrumen SBN.

Dasar pengenaan pajak adalah nilai nominal untuk harta berupa kas atau setara kas dan harga perolehan untuk harta selain kas atau setara kas.

Sumber: cnbcindonesia.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only