OECD: Pandemi Covid-19 Buka Ruang Reformasi Pajak

Pandemi Covid-19 dinilai akan membuka ruang bagi setiap negara untuk mereformasi sistem pajaknya.

Dalam laporan bertajuk Perspectives on Global Development 2021: From Protest to Progress? yang dipublikasikan OECD, terdapat 4 alasan krisis pandemi Covid-19 dapat memfasilitasi tercapainya suatu pakta fiskal (fiscal pact).

Pertama, krisis membuat reformasi struktural makin mudah. Hal ini terbukti di negara-negara OECD pada masa pascakrisis finansial 2008,” tulis OECD dalam laporan terbaru tersebut, dikutip pada Rabu (30/6/2021).

Kedua, pandemi Covid-19 menunjukkan pentingnya peran public goods dan vitalnya peran negara di tengah krisis. Ketiga, pandemi menunjukkan pentingnya peran kebijakan pajak dalam merespons krisis. Keempat, pandemi Covid-19 menunjukkan pentingnya sistem pajak dalam memberikan dukungan terhadap sektor bisnis dan individu.

Kenaikan penerimaan melalui reformasi pajak adalah keputusan yang selalu menimbulkan kontroversi dalam tataran politik. Kontestasi politik atas kebijakan pajak adalah fenomena yang tidak dapat dihindarkan. Setiap kelompok masyarakat akan selalu memiliki pandangan yang berbeda mengenai bentuk kebijakan pajak yang tepat.

Suatu reformasi pajak memerlukan waktu bertahun-tahun untuk diberlakukan secara komprehensif. Diperlukan komitmen dari pimpinan pada setiap periode pemerintahan agar tujuan reformasi pajak yang telah dicanangkan dapat dicapai.

Oleh karena itu, konsensus dan dukungan yang kuat dari setiap golongan masyarakat sangat diperlukan agar reformasi pajak yang direncanakan dapat dicapai.

“Pakta fiskal yang didukung oleh berbagai pemangku kepentingan dan mencerminkan pemahaman bersama mengenai pentingnya reformasi akan memberikan landasan yang kuat atas program reformasi pajak,” tulis OECD.

Seperti diketahui, Indonesia termasuk salah satu negara yang sedang mengupayakan reformasi pajak di tengah pandemi Covid-19 saat ini. Reformasi pajak melalui RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) diharapkan dapat memperluas basis pajak, menjawab tantangan terhadap daya saing, mengurangi distorsi dan pengecualian pajak yang berlebihan, dan memperbaiki progresivitas pajak.

Dalam RUU KUP, beberapa kebijakan perpajakan yang diusulkan antara lain pengurangan pengecualian dan fasilitas PPN, pengenaan PPN multitarif, dan penambahan lapisan penghasilan kena pajak dalam ketentuan PPh OP.

Ada pula penerapan alternative minimum tax (AMT) dan general anti avoidance rule (GAAR) untuk mencegah praktik pengelakan pajak, penunjukan pihak lain sebagai pemungut pajak, perluasan objek cukai, hingga pengenaan pajak karbon.

Sumber: news.ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only