JAKARTA – Reformasi perpajakan berpotensi menurunkan selisih pajak atau tax gap Indonesia ke level normal atau relatif comparable secara global.
Benchmark selisih pajak internasional terutama bagi negara-negara Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dan negara berkembang berada di sekitar 3,6 persen, sementara Indonesia selisih pajaknya sebesar 8,5 persen.
Hal ini diungkapkan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR, Senin (28/06/2021).
“Dilihat dari Indonesia, dari sisi kemampuan kita untuk meng-collect perpajakan kita yang di 9,76 dan adanya tax gap sebesar 8,5 persen dan normal tax gap yang terjadi di negara-negara lain adalah 3,6 maka untuk Indonesia sebetulnya terdapat potensi tax gap yang harus kita kurangi sebesar mendekati 5 persen dari GDP [Gross Domestic Product],” ungkapnya
Reformasi perpajakan sendiri terdiri dari reformasi di bidang kebijakan dan administrasi. Dari sisi kebijakan dengan melihat basis pajak; competitiveness perekonomian maupun antarnegara.
Kemudian, pemberian insentif harus terukur, efisien, dan adaptif; mengurangi distorsi dan exemption; memperbaiki progresivitas pajak.
Sementara dari sisi administrasi, reformasi akan membuat administrasi menjadi simpel, mudah, dan efisien; memberikan kepastian hukum; memanfaatkan data dan informasi untuk menciptakan keadilan; mengikuti tren serta best practice global.
Konsep reformasi perpajakan akan dibahas lebih lanjut bersama dengan DPR dan tentunya akan mendengarkan masukan dari seluruh pemangku kepentingan.
Sumber : suaramerdeka.com
Leave a Reply