Reformasi Fiskal, Pemerintah Tak Bisa hanya Bergantung pada PPN

Jakarta: Pemerintah berencana melakukan reformasi fiskal, salah satunya dengan mengubah ketentuan mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Sayangnya pemerintah tak bisa hanya mengandalkan PPN sebagai upaya reformasi fiskal di tengah pandemi.

“Kita tidak bisa terlalu bergantung ke PPN ini. Karena pertama PPN itu kan terkait dengan daya beli masyarakat,” kata Peneliti Center of Macroeconomics and Finance Indef Abdul Manap Pulungan dalam webinar di Jakarta, Minggu, 4 Juli 2021.

Kedua, ia menyebut, struktur demografi Indonesia yang saat ini didominasi oleh kelas pendapatan menengah (middle income). Namun kalangan masyarakat berpendapatan menengah ini mayoritas adalah menengah bawah bukan menengah atas.

“Jadi middle income itu ada di beberapa layer dominasinya itu di layer bawah. Jadi mereka itu sensitif akan kembali ke layer bawah ketika terjadi shock. Kalau kita tetap bertumpu pada PPN ini artinya penerimaan negara kita tidak akan sustain ke depannya,” ungkap dia.

Pulungan menambahkan, pendapatan penerimaan pajak dalam beberapa tahun terakhir selalu mengalami peningkatan shortfall. Bahkan pada 2020, ia mengatakan, shortfall penerimaan pajak pernah mencapai sekitar Rp200 triliun dari target yang ditetapkan.

Selain itu, menurut dia, nilai shortfall penerimaan pajak sudah hampir 2,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) tahun lalu. Kondisi ini tentunya memaksa pemerintah melakukan pembiayaan anggaran dengan menarik utang karena penerimaan pajak kurang.

“Jadi kalau shortfall-nya saja segini, seberapa besar yang harus ditutupi pemerintah setiap tahunnya. Kalau kita lihat keseimbangan primernya meningkat, kalau itu negatif terus pemerintah harus mencetak utang atau menarik utang untuk menutup utang yang baru,” pungkas dia.

Sumber: medcom.id, Minggu 4 Juli 2021

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only