Pemerintah mengusulkan agar penyidik pajak bisa menyita, menangkap, dan menahan wajib pajak yang bermasalah.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo dalam pembahasan perubahan kelima Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) bersama Komisi XI DPR, Senin (5/7/2021).
“Mengenai kewenangan penyidik untuk menyita, menangkap dan menahan tersangka. Undang-Undang KUP saat ini, kai penyidik tidak memiliki kewenangan untuk menyita, menahan, dan menangkap tersangka,” jelas Suryo.
Pasalnya, dengan ketentuan saat ini, kata Suryo saat sudah ada putusan di pengadilan, aset recovery dari WP bermasalah hanya mencapai 0,05% dari kerugian negara yang yang diputuskan pengadilan.
“Kami berharap penyidik pajak bisa sita aset. Sehingga waktu putusan pengadilan, ada aset yang bisa direcover untuk kerugian negara dan sanksi yang dijatuhkan di pengadilan itu sendiri,” kata Suryo melanjutkan.
Terpenting kata Suryo, meskipun penyidik bisa melakukan penyitaan aset, menangkap, dan menahan tersangka pengemplang pajak, tetap harus didampingi dan bekerjasama dengan Kepolisian RI.
“Penangkapan dan penahanan menyertai penyidik kami bersama Kepolisian. Itu yang kami harapkan,” ujarnya.
Untuk diketahui di dalam Pasal 44 huruf e Draft RUU KUP yang diperoleh CNBC Indonesia dijelaskan bahwa wewenang penyidik ditambah, yakni bisa melakukan penggeledahan untuk mendapatkan barang bukti berupa pembukuan, pencatatan dan dokumen lain. Serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut.
Sumber: cnbcindonesia.com
Leave a Reply