PMK Perpanjangan Waktu Insentif Pajak Segera Terbit

JAKARTA – Pemerintah memastikan payung hukum perpanjangan waktu pemberian insentif pajak untuk wajib pajak terdampak pandemi hingga akhir tahun akan segera terbit. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (7/7/2021).

Staf Ahli Menkeu Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan rancangan peraturan menteri keuangan (PMK) sedang dalam proses finalisasi. Nantinya, sejumlah insentif pajak yang sekarang ada dalam PMK 9/2021 akan diperpanjang untuk periode Juli—Desember 2021.

“Mudah-mudahan dalam 1—2 hari ke depan kita dapat lihat [PMK] perpanjangannya [terbit],” ujar Yon.

Adapun perpanjangan waktu pemberian akan berlaku untuk insentif PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP), PPh final DTP untuk UMKM, pembebasan PPh Pasal 22 impor, pengurangan 50% angsuran PPh Pasal 25, serta restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) dipercepat.

Selain mengenai perpanjangan waktu pemberian insentif, ada pula bahasan mengenai usulan penunjukan pihak lain untuk memungut atau memotong PPh, PPN, dan PTE. Kemudian, ada pula bahasan tentang perubahan tarif PPnBM yang berlaku atas mobil listrik.

Jumlah Sektor Penerima Insentif Pajak

Staf Ahli Menkeu Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal kembali menegaskan perpanjangan waktu pemberian pengurangan angsuran PPh Pasal 25, pembebasan PPh Pasal 22 impor, dan restitusi PPN dipercepat hanya berlaku pada sektor-sektor usaha yang masih membutuhkan dukungan. 

“Jumlah sektornya tidak persis sama dengan PMK 9/2021,” ujar Yon. (DDTCNews)

Penunjukan Pihak Lain Jadi Pemungut Pajak

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan pada saat ini tidak hanya penjual dan pembeli yang terlibat dalam suatu transaksi, tetapi juga pihak lain. Namun, UU KUP tidak memberikan kewenangan kepada Ditjen Pajak (DJP) untuk menunjuk pemungut atau pemotong selain pembeli dan penjual.

Suryo mengatakan dengan keterbatasan UU KUP saat ini, pemerintah ingin memperluas cakupan pemotong atau pemungut pajak baik untuk PPh, PPN, maupun pajak transaksi elektronik (PTE). Ketentuan itu diusulkan masuk revisi UU KUP.

“Jadi, kami beri tanggung jawab walau tidak bertransaksi secara langsung tetapi tetap dapat memungut atau memotong PPh, PPN, dan PTE,” ujar Suryo.

PPnBM Mobil Listrik

Pemerintah mengubah tarif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) yang berlaku atas mobil listrik. Perubahan dilakukan melalui Peraturan Pemerintah (PP) 74/2021. Beleid ini merevisi PP 73/2019. Revisi dilakukan untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam mempercepat penurunan emisi gas buang yang bersumber dari kendaraan bermotor.

“Perlu dilakukan penyesuaian terhadap ketentuan mengenai PPnBM untuk kendaraan plug-in hybrid electric vehicle dan hybrid electric vehicle dalam PP 73/2019,” bunyi penggalan salah satu bagian pertimbangan dalam PP 74/2021.

Cap Bukti Pelunasan Selisih Kurang Bea Meterai

Bank penyedia cek dan/atau bilyet giro dalam kondisi tertentu kini dapat membubuhkan sendiri cap bukti pelunasan selisih kurang bea meterai pada surat setoran pajak (SSP). Ketentuan tersebut termuat dalam Perdirjen Pajak No.PER-11/PJ/2021.

Beleid yang ditetapkan pada 7 Juni 2021 ini mengubah ketentuan terdahulu, yaitu Perdirjen Pajak No.PER-01/PJ/2021. Perubahan tersebut dimaksudkan untuk mempermudah proses pelunasan selisih kurang bea meterai.

Bank penyedia cek dan/bilyet giro dapat membubuhkan sendiri cap bukti pelunasan jika pelunasan selisih kurang bea meterai dilakukan bank penyedia. Adapun bank penyedia tersebut telah mendapatkan izin pembubuhan cap bukti pelunasan selisih kurang bea meterai.

Penurunan Omzet

Staf Ahli Menkeu Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan hasil analisis SPT Masa PPN dan PPh 21 menunjukkan adanya tekanan yang dihadapi pelaku usaha. Sebanyak 67% pelaku usaha yang dianalisis mengalami penurunan omzet usaha 25% hingga 75%.

“Dari basis data SPT yang disurvei, ada masalah pada penurunan omzet pada 67% pelaku usaha. Kemudian, 70% dari pelaku usaha mengungkapkan pengurangan jumlah karyawan,” katanya. 

Pemanfaatan Insentif Pajak

Kementerian Keuangan menyebutkan sekitar 300.000 wajib pajak telah memanfaatkan insentif yang disediakan pemerintah melalui program pemulihan ekonomi nasional.

Staf Ahli Menkeu Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan realisasi pemanfaatan insentif usaha – yang di dalamnya mencakup insentif pajak – sudah mencapai Rp41,37 triliun. Angka tersebut memenuhi 72,9% dari pagu yang ditetapkan senilai Rp56,73 triliun.

“Pada 2021, realisasi insentif usaha lebih baik dari tahun lalu karena DJP sudah bisa melakukan estimasi yang lebih baik dari pemberian insentif pajak,” katanya. 

Pajak Korporasi Minimum Global

Kesepakatan mengenai pajak korporasi minimum global yang tertuang dalam proposal Pillar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE) akan menjadi salah satu bahasan dalam perumusan revisi UU KUP. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan ketentuan khusus untuk mengantisipasi adanya konsensus pajak korporasi minimum global juga akan dibahas pemerintah bersama DPR.

“Sepengetahuan saya akan dimasukkan juga tentunya. Nanti kita lihat saat pembahasan,” ujar Neilmaldrin.

Seperti diketahui, 130 dari 139 yurisdiksi anggota Inclusive Framework telah menyepakati 2 proposal perpajakan internasional yang disusun di bawah koordinasi Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). Untuk proposal pertama yakni Pillar 1: Unified Approach.

Pada Pillar 2, 130 yurisdiksi resmi mendukung pengenaan pajak korporasi minimum global setidaknya sebesar 15% untuk melindungi basis pemajakan dari setiap yurisdiksi. Melalui Pillar 2, penerimaan pajak secara global diperkirakan akan naik hingga US$150 miliar per tahun. (DDTCNews)

Sumber : DDTCNews

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only