Ruang Insentif Pajak dalam Implementasi Tarif Pajak Minimum Global di Indonesia

Pertemuan virtual Inclusive Framework on BEPS OECD pada 1 Juli 2021 telah menghasilkan kesepakatan penerapan ef fective minimum rate sebesar 15% atas ketentuan Global Base Anti Erosion (GloBE). Tercatat 130 negara atau yurisdiksi anggota Inclusive Framework on BEPS, termasuk Indonesia, mendukung kesepakatan GloBE tersebut.

Sembilan Negara atau yurisdiksi belum bersedia menandatangani kesepakatan GloBE, yaitu Irlandia, Estonia, Hungaria, Peru, Barbados, Saint Vincent and the Grenadines, Sri Lanka, Nigeria, dan Kenya. Dalam perkembangan diskusi menuju global konsensus, negara- negara G7, termasuk Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jerman, Kanada, Italia, Jepang, dan Uni Eropa, telah menyepakati usulan tarif minimum GloBE sebesar 15%.

Usulan tersebut bermula dari Amerika Serikat yang disampaikan oleh Janet Yellen, Treasury Secretary pada bulan Mei 2021. Selain dengan G7, Amerika Serikat juga melakukan berbagai pendekatan dan diskusi khusus dengan beberapa negara G20, seperti Indonesia, Australia, Meksiko, dan Afrika Selatan.

Sebagai salah satu negara emerging market yang juga merupakan negara anggota G20, Indonesia dinilai memiliki peran yang penting dalam pencapaian kese pa katan tarif pajak minimum GloBE. Berdasarkan data OECD, meskipun hanya terdapat tiga grup perusahaan multinasional (PMN) yang induknya berada di Indonesia, akan tetapi terdapat 691 entitas konstituen atau perusahaan yang terafiliasi dengan grup perusahaan multinasional (PMN) di Indonesia.

Berdasarkan kajian OECD yang disampaikan dalam Tax Challenges Arising from Digitalisation – Economic Impact Assessments, estimasi tambahan penerimaan pajak dari penerapan ketentuan GloBE akan lebih banyak diterima oleh negara- negara maju dibandingkan Negara berkembang. Hal ini terutama terkait ketentuan income inclusion rule (IIR), di mana induk suatu grup PMN diharuskan membayar pajak tambahan atas bagian tertentu dari pendapatan entitas konstituen yang dipajaki di bawah effective tax rate (ETR) minimum yang disepakati.

Undertaxed payment rule (UTPR) akan berlaku dalam hal ketentuan IIR ti dak dapat diterapkan dalam hal entitas induk berada di low-tax jurisdiction.

Bagi Indonesia dan negara berkembang lainnya, subject to tax rule (STTR) yang merupakan bagian tidak terpisah dari ketentuan GloBE dianggap sebagai ketentuan yang mampu memberikan kontribusi lebih bagi penerimaan pajak. Ketentuan STTR memungkinkan

yurisdiksi sumber untuk mengenakan pajak atas pemba yaran yang tidak dikenakan pajak atau dikenakan tarif pajak rendah dari agreed minimum rate yang disepakati.

Penentuan agreed minimum rate juga sangat mempengaruhi tambahan penerimaan pajak bagi Indonesia. Implementasi STTR membutuhkan amendemen P3B, baik dilakukan secara bilateral maupun secara multilateral.

Di sisi investasi, Economic Impact Assessments OECD menyampaikan bahwa GloBE akan mengurangi efektivitas insentif pajak terutama untuk insentif yang diberikan melalui corporate income tax (CIT). Namun demikian, ketentuan GloBE juga memperkenalkan konsep carve-out yaitu pengurangan dari laba sebelum pajak sebesar persentase tertentu atas pay roll expense dan tangible assets.

Sehingga terdapat ruang bagi ne gara-negara berkembang yang masih membutuhkan insentif pajak sebagai salah satu sarana menarik investasi.

Menindaklanjuti kesepakatan tarif pajak minimum GloBE, terkait ketentuan IIR dan UTPR, otoritas pajak di Indonesia harus mulai mempersiapkan ketentuan perpajakan domestik yang akan menjadi payung hukum pemberlakuan ketentuan GloBE di Indonesia. Ketentuan domestik atas implementasi GloBE diharapkan dapat meminimalisasi pembayaran pajak tambahan di tingkat induk PMN atas entitas konstituen yang ada di Indonesia. Hal ini dimaksudkan agar iklim investasi di Indonesia dapat terus terjaga.

Pertama, pengkajian ulang skema insentif pajak yang saat ini berlaku. Pengkajian ulang ini terutama ditujukan untuk in sentifinsentif yang dinilai akan menyebabkan munculnya pembayaran pajak tambahan di tingkat induk PMN, antara lain tax holiday dan super deduction. Opsi ini dapat dilakukan dengan membuat aturan tambahan terkait skema insentif pajak sehingga wajib pajak (WP) yang memanfaatkan tax holiday dan super deduction tetap membayar pajak di Indonesia sebesar 15% dikurang dengan carve-out yang dapat dikurangkan dari perhitungan GloBE.

Kedua, ketentuan pemajakan domestik GloBE dapat dilakukan me lalui perubahan menyeluruh atas setiap jenis insentif pajak yang berlaku saat ini. Sehingga skema insentif pajak akan memperhitungkan ketentuan GloBE, di mana WP setidaknya membayar pa jak penghasilan di Indonesia dengan tarif minimal 15% dikura ngi dengan persentase carve-out yang nantinya dapat dikurangkan dari komponen laba sebelum pajak.

Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa ketentuan GloBE bertujuan untuk mengurangi kompetisi global dalam pemberian tarif pajak rendah atau insentif pajak yang berlebihan.

Ketentuan GloBE akan meminimalisasi ruang insentif pajak dan secara tidak langsung akan menuntut setiap negara atau yurisdiksi, termasuk Indonesia, untuk bersiap dalam menentukan arah kebijakan lain yang bersifat non-insentif pajak untuk meningkatkan daya saing dalam menarik foreign direct investment masuk ke Indonesia.

*) Tax Treaty Analyst, Direktorat Perpajakan Internasional, DJP.

Sumber : Investor Daily

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only