Di RUU KUP Perusahaan Harus Bayar Pajak Minimum, Bagaimana Dengan Startup?

Pemerintah berencana mengenakan pajak penghasilan minimum (Alternative Minimum Tax/AMT) bagi wajib pajak badan. Hal tersebut tertuang dalam draft Rancangan Undang-Undang (RUU) perubahan kelima atas Undang-Undang No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Menanggapi hal tersebut, Dosen FEB Universitas Indonesia Christine Tjen mengatakan, aturan dalam draf RUU KUP tersebut masih perlu untuk lebih diperjelas.

“Apakah otomatis semua wajib pajak badan kalau yang kalau misalnya PPh nya enggak memenuhi 1 persen penghasilan bruto langsung dikenakan PPh minimum?” ujar Christine dalam Rapat Dengar Pendapat Umum bersama Komisi XI DPR RI soal RUU KUP, Selasa (13/7).

Artinya menurut Christine, kriteria subjek pajak yang akan dikenakan AMT harus jelas. Begitu juga kriteria wajib pajak badan yang dikecualikan dari AMT ini juga harus lebih dirinci. “Supaya tidak ada loopholes dan memberikan kepastian juga bagi wajib pajak badan,” sambungnya.

Dalam draf RUU KUP pasal 31F, disebutkan bahwa Wajib Pajak Badan yang pada suatu tahun pajak memiliki Pajak Penghasilan terutang berdasarkan pasal 17 tidak melebihi 1 persen dari penghasilan bruto, maka dikenai Pajak Penghasilan minimum atau AMT.

Adapun penghasilan bruto yang dimaksud merupakan seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh WP Badan, baik dari kegiatan usaha maupun dari luar kegiatan usaha pada suatu tahun pajak sebelum dikurangi biaya-biaya terkait.

Penghasilan bruto yang dimaksud juga tidak termasuk penghasilan yang dikenai pajak yang bersifat final dan bukan objek pajak.

Meski demikian, aturan ini juga dikecualikan bagi wajib pajak badan yang secara natural mengalami kerugian karena bencana atau kondisi tertentu lainnya. Christine juga menggarisbawahi soal pengecualian ini. Menurutnya definisi kerugian dalam aturan ini harus diperjelas secara rinci.

Menurut dia, saat ini banyak perusahaan yang kondisinya masih merugi. Christine mencontohkan di Indonesia banyak perusahaan startup teknologi yang kinerja bottom line-nya belum tercapai alias masih rugi. Hal ini menjadi tanda tanya apakah mereka layak dikecualikan dalam aturan AMT ini atau justru harus membayar AMT.

“Nah kalimat wajib pajak badan yang secara natural mengalami kerugian ini mungkin harus nanti diperjelas. Apa itu? Bagaimana dengan perusahaan startup? Banyak startup yang mereka loss (rugi). Apakah langsung juga dikenakan AMT ini? Itu juga mungkin yang perlu dipikirkan,” ujarnya.

Adapun dalam dratf RUU KUP dijelaskan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perhitungan pajak penghasilan minimum, akan diatur di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

Sumber: kumparan.com, Selasa 13 Juli 2021

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only