Sengketa Pembuktian Eksistensi Jasa Manajemen untuk Menetapkan DPP PPN

RESUME Putusan Pengadilan Pajak (PP) ini merangkum sengketa pajak mengenai eksistensi transaksi jasa manajemen untuk menetapkan dasar pengenaan pajak (DPP) pajak pertambahan nilai (PPN) atas pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean.

Dalam menjalankan bisnisnya di Indonesia, wajib pajak telah bekerja sama dengan afiliasi (X Co) berkaitan dengan jasa manajemen. Kerja sama tersebut tertuang dalam perjanjian kerja sama pemberian jasa manajemen antara wajib pajak dengan X Co pada 1 Juli 2014.

Wajib pajak menyatakan penyerahan jasa manajemen dari X Co kepadanya benar-benar terjadi. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan perjanjian kerja sama yang telah dibuat kedua belah pihak pada 1 Juli 2014.

Sebaliknya, otoritas pajak menilai penyerahan atau perolehan jasa dari X Co tidak terjadi. Dengan begitu, biaya jasa tersebut tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan. Sebab, tidak adanya objek penyerahan jasa yang terutang PPN dan juga tidak seharusnya dipungut PPN.

Kronologi
Sengketa bermula ketika otoritas pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa pada 15 Januari 2018 untuk masa pajak Januari 2015. Atas Surat Ketetapan Pajak Nihil tersebut, wajib pajak mengajukan keberatan pada 13 April 2018.

Berdasarkan pada laporan hasil penelitian keberatan, koreksi negatif DPP PPN atas pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean senilai Rp9.661.458.207 dilakukan berdasarkan pada hasil ekualisasi koreksi positif biaya usaha lainnya, yaitu biaya jasa manajemen yang dibayarkan wajib pajak kepada pihak afiliasi.

Dalam surat keberatan, wajib pajak menyatakan pembayaran jasa intra-grup kepada pihak afiliasi terdiri atas management and technical consulting, accounting and financial management services, reporting, marketing, customer care, IT-services, dan other service.

Berdasarkan pada pengujian terhadap data laporan keuangan wajib pajak dalam dua tahun terakhir, otoritas pajak berkesimpulan pembebanan biaya jasa manajemen yang dilakukan wajib pajak tidak memberikan manfaat ekonomis yang dapat menambah nilai penyerahan. Oleh karena itu, eksistensi atas transaksi penyerahan jasa intra-group tidak dapat diakui.

Selain itu, wajib pajak juga tidak dapat membuktikan biaya jasa manajemen berhubungan langsung dengan kegiatan usahanya. Biaya jasa manajemen tersebut juga tidak terbukti merupakan objek PPN atas pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean. Terhadap pertimbangan tersebut, otoritas pajak mengeluarkan keputusan menolak permohonan keberatan pada 12 Maret 2019.

Wajib pajak menyatakan tidak setuju dengan koreksi positif DPP pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean tersebut. Oleh karena itu, wajib pajak yang diwakili David Hamzah Damian dari Kantor Danny Darussalam Tax Center (DDTC) mengajukan permohonan banding pada 23 Mei 2019.

Pokok sengketa dalam perkara di tingkat banding ini adalah koreksi positif dasar pengenaan pajak atas pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean senilai Rp9.661.458.207 dan pajak masukan dibayar dengan NPWP sendiri senilai Rp966.145.818.

Pendapat Pihak yang Bersengketa
Wajib pajak menyatakan tidak setuju dengan seluruh koreksi positif atas DPP pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean. Secara formal, pengajuan surat permohonan banding telah memenuhi ketentuan Pasal 35 ayat (1) dan (2), Pasal 36, dan Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU 14/2002).

Secara material, pengajuan surat permohonan banding telah memuat alasan-alasan yang jelas. Dalam perkara ini, wajib pajak bermaksud membuktikan eksistensi jasa manajemen yang diterimanya dari pihak afiliasi dan manfaat ekonomi atas jasa manajemen yang diterimanya tersebut.

Perlu dipahami wajib pajak merupakan pengusaha yang bergerak dalam bidang B2C e-commerce, khususnya pada online listing dan penjualan berbagai jenis produk melalui platform digital.

Wajib pajak merupakan bagian dari suatu grup usaha yang dapat disebut X Co. wajib pajak sebagai anggota grup usaha X Co didirikan pada 2013 dan memulai kegiatan operasionalnya pada Maret 2014.

Dalam menjalankan bisnisnya di Indonesia, wajib pajak telah bekerja sama dengan X Co terkait dengan jasa manajemen. Kerja sama tersebut tertuang dalam perjanjian kerja sama pemberian jasa manajemen antara wajib pajak dengan X Co pada 1 Juli 2014.

Wajib pajak menyatakan perjanjian tersebut telah dibuat sesuai dengan syarat sahnya perjanjian dan mengikat kedua belah pihak. Merujuk pada perjanjian tersebut maka dapat dibuktikan pemberian jasa manajemen dari X Co kepada wajib pajak memang benar adanya.

Lebih lanjut, pemberian jasa manajemen dari X Co tersebut telah memberikan berbagai manfaat ekonomi untuk keberlangsungan bisnis wajib pajak. Manfaat yang diperoleh wajib pajak atas pemberian jasa manajemen tersebut ialah peningkatan kinerja keuangan dan proses bisnis internal yang efisien, pengurangan risiko ketidakpatuhan terkait peraturan keuangan yang berlaku, perbaikan sistem e-commerce, penyelarasan proses manajemen sumber daya, dan lainnya.

Adapun biaya yang dikeluarkan wajib pajak untuk memperoleh jasa manajemen tersebut memang cukup besar. Menurut wajib pajak, suatu hal yang wajar apabila Wajib pajak mengeluarkan biaya jasa manajemen yang cukup besar pada tahap awal pengembangan usaha. Meski demikian, biaya jasa manajemen tersebut tidak dapat serta merta dikaitkan langsung dengan upaya penghindaran pajak melalui transfer pricing.

Berdasarkan pada alasan-alasan permohonan banding yang didukung dengan tinjauan yuridis, fakta, dan bukti pendukung, sudah sepatutnya seluruh koreksi otoritas pajak dibatalkan. Oleh karena itu, wajib pajak menilai permohonan banding yang diajukannya seharusnya dikabulkan seluruhnya. Dalil otoritas pajak yang menyatakan tidak adanya objek penyerahan jasa yang terutang PPN tidak terbukti kebenarannya.

Berdasarkan pada hasil pemeriksaan, otoritas pajak tidak dapat meyakini penyerahan atau perolehan jasa dari X Co benar-benar terjadi. Dengan begitu, biaya jasa tersebut tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan. Sebab, tidak adanya objek penyerahan jasa yang terutang PPN dan juga tidak seharusnya dipungut PPN.

Selain itu, dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, wajib pajak tidak sepenuhnya memberikan pembukuan, pencatatan, dan bukti yang terkait pembukuan secara lengkap. Terhadap hal tersebut, otoritas pajak telah menerbitkan surat peringatan sebanyak dua kali agar wajib pajak segera memberikan dokumen yang diminta.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, otoritas pajak memutuskan untuk melakukan koreksi DPP PPN atas pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean.

Pertimbangan Hakim Pengadilan Pajak
MAJELIS Hakim Pengadilan Pajak menyatakan koreksi yang dilakukan otoritas pajak berhubungan dengan koreksi biaya manajemen dalam penetapan sengketa PPh badan. Terhadap sengketa PPh badan tersebut telah diputus dan dinyatakan mengabulkan seluruhnya atas koreksi biaya jasa manajemen.

Dalam perkara ini, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menilai wajib pajak dapat membuktikan perolehan jasa manajemen tersebut benar-benar terjadi. Selain itu, dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai sanksi administrasi. Oleh karena itu, koreksi yang dilakukan otoritas pajak tidak dapat dipertahankan.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Proses pemeriksaan dalam persidangan dicukupkan pada 11 Agustus 2020 dan diputus di Jakarta berdasarkan musyawarah.

Putusan diucapkan Hakim Ketua dalam sidang terbuka untuk umum pada 10 November 2020. Sidang dihadiri para hakim anggota, panitera pengganti, dan wajib pajak. Namun, sidang pengucapan putusan tersebut tidak dihadiri pihak otoritas pajak.

Sumber: news.ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only