Untuk memperkuat pengawasan terhadap wajib pajak, Ditjen Pajak (DJP) telah meluncurkan 4 aplikasi berbasis data analisis. Peluncuran yang telah dilakukan saat peringatan Hari Pajak tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (19/7/2021).
Adapun keempat aplikasi yang telah diluncurkan tersebut antara lain Compliance Risk Management(CRM) Fungsi Transfer Pricing(TP), Ability to Pay (ATP), Smartweb, dan Dashboard Wajib Pajak (WP) Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya.
“Aplikasi yang membantu pengawasan, khususnya terkait dengan pelaksanaan tugas AR (account representative), fungsional pemeriksa pajak, dan juru sita,” ujar Dirjen Pajak Suryo Utomo.
Keempat aplikasi tersebut merupakan aplikasi pendukung pelaksanaan tugas. Otoritas berharap berbagai aplikasi pendukung pelaksanaan tugas tersebut dapat menciptakan kepastian, efisiensi, dan kesederhanaan administrasi.
Selain mengenai peluncuran aplikasi berbasis data analisis, ada pula bahasan terkait dengan potensi dampak dari kesepakatan pada Pilar 2 dampak terhadap kebijakan insentif PPh pemerintah. Desain insentif perpajakan, khususnya dengan penerapan tarif pajak efektif kurang dari 15%, harus didesain ulang.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Aplikasi CRM Fungsi TP
Aplikasi CRM Fungsi TP akan memberikan peta risiko wajib pajak yang menggunakan transfer pricing untuk penghindaran pajak.
Pada CRM Fungsi TP, terdapat business intelligent berupa cuplikan Smartweb yang dapat digunakan sebagai alat bantu dalam menggambarkan jaringan hubungan istimewa dalam suatu grup usaha dari para wajib pajak.
Aplikasi Ability to Pay (ATP)
Aplikasi ATP untukmengidentifikasi tingkat kemampuan bayar wajib pajak. Sebagai alat untuk mengidentifikasi tingkat kemampuan bayar, ATP dapat dimanfaatkan dalam tindakan pengawasan, penagihan, atau pemeriksaan pajak yang dilakukan otoritas pajak terhadap wajib pajak.
Dalam aplikasi ATP, ada sebuah peta berisi data dan variabel yang membentuk skor ability to pay wajib pajak. Skor tersebut ditampilkan dalam 5 skala pengukuran, mulai dari sangat rendah (very low) hingga sangat tinggi (very high).
Aplikasi Smartweb
Otoritas mengatakan Smartweb merupakan alat yang bisa menggambarkan hubungan wajib pajak orang pribadi kaya, keluarganya, dan perusahaan grupnya. Smartweb juga memiliki fitur untuk menentukan beneficial owner dari perusahaan.
DJP menegaskan informasi yang disediakan aplikasi Smartweb adalah penyajian hubungan wajib pajak dalam bentuk jaringan atau network disertai dengan perincian data terkait dengan jaringan data dan indikator risiko.
Aplikasi Dashboard WP KPP Madya
Aplikasi Dashboad WP KPP Madyamerupakan aplikasi yang dapat digunakan untuk pengawasan kinerja penerimaan pajak dari wajib pajak yang terdaftar di KPP Madya.
Terlebih, dalam reorganisasi instansi vertikal DJP, ada penambahan jumlah KPP Madya. DJP membentuk KPP Madya baru dengan mengonversi 18 KPP Pratama menjadi 18 KPP Madya. Dengan penambahan itu, jumlah KPP Madya bertambah dari 20 menjadi 38 unit.
Tidak Lagi Berdasarkan Pada Tarif Pajak
Badan Kebijakan Fiskal (BKF) mengatakan Pemerintah Indonesia tidak lagi dapat menerapkan insentif pajak dengan tarif yang lebih rendah dari 15% untuk tujuan misalnya menarik investasi. Dengan ketentuan ini, keputusan investasi diharapkan tidak lagi berdasarkan tarif pajak tetapi berdasarkan pada faktor fundamental.
“Pemerintah cukup optimistis bahwa investasi di Indonesia tetap akan bertumbuh seiring percepatan dan penguatan reformasi struktural yang berdampak positif pada peningkatan iklim usaha,” ujar Kepala BKF Kemenkeu Febrio Kacaribu. (DDTCNews/Kontan)
Perlu Pembahasan Lebih Lanjut dalam Forum BEPS Inclusive Framework
Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji mengatakan secara umum, adanya skema minimum tax akan berdampak pada berkurangnya kompetisi pajak. Skema ini juga mencegah perpindahan laba ke preferential tax regime serta menjamin prinsip single tax principle (penghasilan dari suatu entitas jangan sampai tidak dipajaki).
Namun demikian, perlu diperhatikan juga, tarif pajak minimum yang dimaksud adalah tarif efektif sehingga bisa lebih rendah dari tarif yang berlaku dalam undang-undang. Salah satunya karena adanya insentif pajak.
“Implikasinya, tarif pajak minimum tersebut justru bisa berdampak bagi negara berkembang karena kehilangan daya saingnya untuk menarik investasi. Hal inilah yang perlu menjadi pembahasan lebih lanjut dalam forum BEPS Inclusive Framework, di mana Indonesia menjadi salah satu anggotanya,” katanya.
Sumber: news.ddtc.co.id
Leave a Reply