Konsensus Pajak Ekonomi Digital, Sri Mulyani: Sengketa Bisa Dikurangi

Kesepakatan yang sudah diambil negara G20 mengenai proposal pemajakan ekonomi digital, yang berada di bawah koordinasi Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), akan mendukung langkah reformasi perpajakan yang dijalankan Indonesia.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan konsensus terhadap proposal Pilar 1: Unified Approach nantinya akan memberikan kepastian pemajakan karena Indonesia sebagai negara dengan pasar besar bagi perusahaan multinasional, terutama sektor digital.

“Dari aspek perpajakan, selama ini masih [terjadi] negosiasi [yang] tidak selalu mudah. Dengan konsensus ini, akan memberikan kepastian bagi kita. Basis pajak kita menjadi lebih jelas dan sengketa perpajakan menjadi bisa dikurangi,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Selasa (21/7/2021).

Sri Mulyani mengatakan kesepakatan Pilar 1 tersebut akan membuat semua negara memiliki hak pemajakan yang lebih pasti dan adil, tanpa memperdulikan kehadiran fisik. Hal itu penting dilakukan mengingat sifat ekonomi digital yang tidak mengenai batas negara atau borderless.

Selama ini, sambungnya, pemerintah kesulitan memungut pajak dari perusahaan multinasional karena mengharuskan kehadiran fisik dalam konsep bentuk usaha tetap (BUT). Dengan kesepakatan tersebut, menurutnya, persoalan kehadiran fisik tidak akan menjadi masalah selama perusahaan tersebut beroperasi dan menyediakan layanan di Indonesia.

Pajak akan dikenakan pada perusahaan multinasional yang memiliki nilai omzet €20 miliar dalam setahun dengan tingkat profitabilitas di atas 10%. Perusahaan tidak termasuk sektor ekstraktif dan jasa kuangan. Sebanyak 20%-30% dari kelebihan laba di atas 10% akan dialokasikan ke yurisdiksi pasar.

“Adanya konsensus ini memberikan juga dukungan terhadap langkah yang sudah kita lakukan dalam reformasi perpajakan,” imbuh Sri Mulyani.

Sri Mulyani mengatakan berbagai isu teknis akan tetap dinegosiasikan dalam pertemuan-pertemuan selanjutnya. Indonesia, sambungnya, harus terus melihat perkembangan negosiasi secara detail karena memiliki kepentingan mengenai basis pajak.

“Ini kita harapkan akan ada persetujuan multilateral yang akan dibuka pada 2022 dan akan mulai berlangsung efektif policy-nya tahun 2023. Nah, [pada] 2022, Indonesia yang akan menjadi presidensi G20,” kata Sri Mulyani.

Sumber: news.ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only