Penerimaan Pajak Berpotensi Jeblok Lagi

Tekanan ekonomi akibat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat juga bakal berdampak terhadap penerimaan pajak. Sebab itu, kinerja penerimaan pajak akan sangat bergantung pada penanganan pandemi Covid-19.

Kementerian Keuangan (Kemkeu) mencatat, realisasi penerimaan pajak sepanjang Januari hingga Juni 2021 sebesar Rp 557,77 triliun, tumbuh 4,89% year on year (yoy). Capaian ini membaik dibanding realisasi pada periode yang sama di 2020 yang terkontraksi hingga 12% yoy.

Pencapaian tersebut setara dengan 45,36% dari target tahun ini mencapai Rp 1.229,6 triliun. Dengan demikian, pemerintah harus mengejar penerimaan pajak sebanyak Rp 651,9 triliun pada semester kedua tahun ini untuk mencapai target tersebut.

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal menyatakan, kinerja penerimaan pajak hingga paruh pertama tahun ini mencerminkan perkembangan ekonomi yang lebih baik dari tahun lalu. Ia juga optimistis, pemerintah bisa mencapai target tahun ini lantaran kinerja penerimaan pajak hingga semester I-2021 secara signifikan membaik, dan pertumbuhan secara bulanan juga stabil ke zona positif.

Berdasarkan sektor usahanya, penerimaan pajak industri pengolahan periode tersebut mencapai Rp 154,34 triliun, tumbuh 5,7% yoy. Disusul, realisasi pajak dari sektor perdagangan Rp 110,17 triliun, tumbuh 11,4% yoy. “Industri pengolahan dan perdagangan punya peranan penting terhadap penerimaan pajak. Karena, kontribusinya masing-masing sebesar 29% dan 21% terhadap penerimaan pajak,” kata Yon pekan lalu.

Selain dua sektor itu, realisasi penerimaan pajak sektor informasi dan komunikasi mencapai Rp 24,1 triliun, tumbuh 15,8% yoy. Salah satu faktor pendorongnya adalah  perkembangan platform digital dan aktivitas ekonomi digital yang makin menggeliat saat pandemi Covid-19. 

Sayangnya, lima sektor usaha lainnya tercatat masih minus.Pertama, penerimaan sektor jasa keuangan dan asuransi sebesar Rp 77,79 triliun, turun 3,9% yoy. Kedua, konstruksi dan real estat Rp 27,03 triliun, turun 16% yoy. 

Ketiga, transportasi dan pergudangan sebesar Rp 23,46 triliun, turun 1,1% yoy. Keempat, jasa perusahaan Rp 18,81 triliun, turun 4,2% yoy. Kelima, pertambangan Rp 19,48 triliun, turun 8,1% yoy.

Berpotensi terkontraksi

Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam mengatakan, kebijakan PPKM Darurat mengakibatkan pola pengulangan pertumbuhan negatif bagi mayoritas sektor, seperti yang pernah terjadi saat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di kuartal II-2020. 

Karena itu, tak menutup kemungkinan sektor perdagangan dan pengolahan yang menjadi kontributor penerimaan pajak terbesar kembali kontraksi terutama di kuartal III-2021. “Faktor penerimaan pajak tahun ini sangat tergantung dari kecepatan pengendalian pandemi dan upaya pemulihan ekonomi,” kata Darussalam kemarin. 

Menurut Darusaalam, tak banyak usaha yang bisa pemerintah lakukan di 2021. Fungsi pajak sebagai regularend tahun ini masih sangat dibutuhkan dibanding budgetair.

Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menyebutkan, PPKM Darurat pasti memukul kinerja penerimaan pajak. Sebab, penurunan aktivitas ekonomi masyarakat akan diikuti dengan penurunan penerimaan pajak. “Ekstensifikasi atau intensifikasi akan percuma jika potensi penerimaan pajaknya tidak ada,” ungkap dia.

Senada, Fajry bilang, kinerja penerimaan pajak tahun ini akan bergantung pada kondisi pandemi Covid-19 di Indonesia. Jika kondisi pandemi cepat tertangani, maka semakin cepat pula perbaikan kinerja penerimaan pajak. Oleh sebab itu, ia mengharapkan, pemerintah mampu mengatasi pandemi virus korona baru dengan cepat dan efektif.

Sumber: Kontan, Senin 12 Juli 2021

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only