Rugi Fiskal Lewat Alternative Minimum Tax

Apapun bentuk usahanya, pasti bertujuan mendapatkan untung dan tidak merugi. Laba atau untung inilah yang merupakan dasar pengenaan pajak penghasilan atas badan usaha (PPh badan).

Namun apabila rugi, maka tidak ada PPh badan terutang, serta atas kerugian dapat dikompensasikan. Nah, kompensasi rugi fiskal merupakan sebuah skema perpajakan untuk ganti-rugi yang dilakukan oleh wajib pajak (WP) yang mengalami kerugian sesuai pembukuannya; dan dapat dilakukan pada saat tahun berikutnya selama 5 tahun berturut-turut.

Berdasarkan data administrasi perpajakn, proporsi jumlah Surat Pemberitahuan WP badan (SPT badan) dengan status rugi fiskal disampaikan, menunjukkan tren yang meningkat. Dalam periode 2012-2020, untuk tahun pajak 2012 ada 8% WP badan yang rugi fiskal dan terus meningkat di tahun berikutnya. Di 2013 (8,3%), 2015 (9%), dan di 2019 (11%), dan 2020 (12%).

Selanjutnya, data WP melaporkan rugi periode lima tahun berturut-turut pun jumlahnya meningkat, yaitu dari sebanyak 5.199 WP periode tahun 2012-2016 menjadi perjumlah 9.496 WP pada periode 2015-2019. Bagaimana entitas usaha rugi bertahun-tahun tapi tetap beroperasi dan bisa mengembangkan usaha di Indonesia?

Mari kita lihat. Hasil kajian penghindaran pajak global bahwa sebesar 60%-80% perdagangan dunia merupakan transaksi afiliasi yang dilakukan perusahaan multinasional (OECD 2002, UNCTAD 2013), serta punya andil besar menggerus penerimaan pajak negara-negara berkembang. Untuk kasus di Indonesia, 37%-42% dari produk domestik bruto (PDB) dilaporkan sebagai transaksi afiliasi dalam SPT WP.

Masih banyak yang memanfaatkan fasilitas atau pengurangan pajak dengan melakukan pembebanan biaya yang tidak seharusnya untuk mengurangi pajak dan menjadikan Indonesia sebagai cost center, yaitu sebagai bagian dari agressive tax planning. Berdasarkan kajian dalam dokumen OECD tersebut, bahwa potensi penggerusan basis pajak dan penggeseran laba diperkirakan US$ 100 miliar – US$ 240 mililar per tahun atau setara dengan 4%-10% penerimaan PPh badan global.

Ada rekomendasi regulasi khusus yang dapat menangkal penghindaran pajak global. Namun hingga saat ini belum diatur oleh Indonesia.

Instrumen pertama yaitu GAAR atau General Anti Avoidance Rule, ketentuan anti penghindaran pajak yang tidak dibatasi kepada subjek atau objek tertentu atas transaksi yang tidak mempunyai substansi bisnis atau kegiatan usahanya. Aturan ini untuk melakukan koreksi WP yang diindikasikan dapat mengurangi, menghindari, dan/atau menunda pembayaran pajak yang bertentangan dengan maksud dan tujuan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Instrumen kedua yaitu AMT atau Alternative Minimum Tax, yang akhir-akhir ini ramai diberitakan usulan penerapannya, yaitu PPh Badan minimum sebesar 1% dari penghasilan bruto jika WP Badan PPh terutangnya < 1% dari penghasilan bruto.

Lantas, apakah usulan kebijakan yang dimasukkan dalam Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ini sudah tepat?

Pungutan pajak tersebut merupakan respon pemerintah atas celah aturan yang dimanfaatkan WP badan untuk melakukan penghindaran pajak, sekaligus menjamin untuk setidaknya membayar pajak minimu tertentu kepada negara atau sebagai safeguard (International Monetary Fund Report, 2014).

Kajian teori pajak AMT adalah untuk menghindari perusahaan dari tidak membayar pajak atau membayar terlalu kecil dibandingkan dengan penghasilan mereka (Lyon & Silverstein, 1995). Sehingga dengan penerapan AMT, potensi penghindaran pembayaran pajak bagi WP yang mengaku selalu rugi dapat diminimalisir.

Sebab wajib pajak yang telah menikmati fasilitas publik dan berbagai prasarana negara namun tidak memberikan kontribusi pajak adalah ketidakadilan. Keadilan ada jika yang menerima tambahan kemampuan ekonomis lebih besar dikenakan pajak penghasilan dengan prosentase tarif yang lebih besar; atau dikenal sebagai keadilan vertikal (Mansyury, 2000) yang mengutip pendapat Harvey S. Rosen bahwa: “it is widely agreed that tax system should have vertical equity. It should distribute burdens fairly across people with different abilities to pay”. Hal itu disebut efisien jika biaya pemungutannya lebih kecil dari jumlah pajak yang dikumpulkan, yaitu perbandingan antara collection cost dengan tax revenue.

Selanjutnya, bagaimana benchmark penerapan AMT di beberapa negara lain? Pada dasarnya, ditetapkan sebesar presentase tertentu dari omztnya, persentase tertentu dari nilai aset, atau perhitungan lainnya.

Sebagian besar negara menerpakannya berdasarkan nilai omzet. Seperti di Amerika Serikat, Kanada, Hungaria, Nikaragua, India, Taiwan, Afrika Tengah dan Austria. Sedang di wilayah ASEAN ada Filipina dan Kamboja.

Sedangkan negara-negara dengan penerapan AMT berdasarkan nilai aset adalah Argentina, yaitu sebesar 1% dari jumlah aset pada akhir tahun pajak. Lalu ada negara Republik Dominika yang mengenakan sebesar 1% total nilai aset jika lebih besar dari nilai utang perusahaan, dan El Savador sebesar 1% dari jumlah harta bersihnya.

Sebagai perbandingan, penerapan kebijakan AMT di Amerika Serikat pada awalnya didesain sebagai bagian dalam Tax Reform Act of 1986. Ini merupakan tindak lanjut atas kondisi banyak perusahaan yang melaporkan laba pada laporan keuangannya, namun membuat laporan “nihil” pada SPT-nya.

Artinya, banyak negar telah menerapkan AMT menjadi bukti diperlukan skema pemajakan sejenis di Indonesia. Penerapan AMT memastikan tidak ada WP berpenghasilan besar yang tidak membayar pajak. Penerapan AMT juga meminimumkan pajak terutangnya, yaitu mealui pemanfaatan celah aturan seperti pengecualian objek pajak, pembebanan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, kredit pajak atau dengan memunculkan jenis penghasilan tertentu yang dikecualikan dari perhitungan PPh.

Sebagai masukan, aturan teknis AMT harus jelas kriteria subjek pajak yang akan dikenakan karena ada celah memanfaakan batas pemajakan 1%. Termasuk atas usulan WP badan tertentu yang dikecualikan dari AMT, yaitu belum berproduksi komersial, secara natural mengalami kerugian atau yang mendapat fasilitas PPh tertentu.

Pada akhirnya, penerapan AMT adalah untuk memenuhi keadilan dan memastikan tiap pelaku usaha di Indonesia berkontribusi optimal bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Sumber; Kontan, Senin 19 Juli 2021

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only