Ekonom Sebut Anggaran Rp781 T Bisa Dialihkan untuk Covid

Jakarta — Ekonom CORE Indonesia Yusuf Rendy Manilet memperkirakan masih ada dana senilai Rp781 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang bisa direalokasi dan direfocusing untuk memenuhi kebutuhan penanganan dampak pandemic covid-19di tanah air.

“Saya kira utak-atik yang bisa dilakukan pemerintah untuk memenuhi anggaran belanja ada dari belanja modal, belanja barang, transfer ke daerah,” ungkap Yusuf saat konferensi pers virtual, Selasa (27/7).

Ia merinci proyeksi anggaran belanja modal yang bisa dialihkan untuk belanja penanganan covid-19 setidaknya mencapai Rp175 triliun. Proyeksi ini berasal dari kemungkinan penghematan belanja modal berupa belanja gedung, irigasi, bangunan, dan infrastruktur lain.

Selanjutnya, Yusuf memperkirakan dana belanja barang yang bisa dialihkan untuk penanganan covid-19 mencapai Rp184 triliun. Dana berasal dari belanja barang fisik, persediaan, belanja di tingkat pemerintah daerah (pemda), hingga belanja perjalanan dinas.

Sementara untuk pos transfer ke daerah, pengalihan diperkirakan bisa mencapai Rp422 triliun. Jumlah ini berasal dari alokasi pos Dana Bagi Hasil (DBH) dan Dana Alokasi Umum (DAU).

Di luar perhitungan Rp781 triliun itu, Yusuf mengatakan sebenarnya ada satu pos lagi yang dananya mungkin bisa dialihkan, yaitu dana abadi pendidikan senilai Rp61 triliun. Dana ini merupakan perkiraan nilai investasi yang didapat dari tahun lalu.

Proyeksi besaran dana abadi pendidikan berasal dari hasil investasi jangka panjang non permanen lainnya pada Badan Layanan Umum (BLU) Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).

Lebih lanjut, Yusuf mengatakan utak atik anggaran perlu dilakukan pemerintah karena ia melihat realisasi penerimaan pajak kemungkinan kembali menurun pada akhir tahun. Hal ini terjadi karena dampak dari kebijakan PPKM Level 4 pada kuartal III 2021.

Pasalnya, pembatasan akan menekan pertumbuhan ekonomi. Proyeksi CORE Indonesia, ekonomi pada kuartal III turun ke kisaran 3 persen sampai 4,5 persen dari proyeksi 4,5 persen sampai 5,5 persen pada kuartal II 2021.

“Dengan adanya PPKM Darurat ini tentu akan berdampak ke aktivitas ekonomi dan pada akhirnya berdampak ke potensi penerimaan pajak. Jadi shortfall akan kembali terulang di tahun ini seperti tahun lalu,” jelasnya.

Selain karena aktivitas ekonomi yang turun, Yusuf memperkirakan penerimaan pajak juga akan menyusut karena pemerintah harus kembali menebar insentif bagi masyarakat dan dunia usaha sejalan dengan pelaksanaan PPKM Darurat.

“Di saat yang bersamaan, pemerintah masih memberikan insentif pajak bagi beberapa sektor,” pungkasnya.

Sumber : CNN Indonesia

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only