Penurunan Threshold PKP Perluas Basis Pajak Digital

JAKARTA. Bank Dunia (World Bank) kembali menyarankan Indonesia untuk menurunkan ambang batas atawa threshold pengusaha kena pajak (PKP) dari yang berlaku sekarang yakni omzet Rp 4,8 miliar, menjadi Rp 600 juta per tahun. Kebijakan ini, bisa menambah basis pembayar pajak terutama dari aktivitas ekonomi digital yang semakin menggeliat di tengah pandemi Covid-19.

Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste Satu Kahkonen dalam laporan bertajuk Beyond Unicorns: Harnessing Digital Technologies for Inclusion in Indonesia edisi Juli 2021, World Bank menilai threshold PKP di Indonesia sebesar Rp 4,8 miliar per tahun, terlalu besar. Akibatnya, pengusaha yang memiliki omzet di bawah ambang batas, tidak bisa dikenai pajak.

Karena itu ia menyarankan batasan PKP perlu dievaluasi ulang. Harapannya, penurunan threshold tidak hanya akan meningkatkan basis pajak, dan menciptakan kesetaraan atau level playing field.

World Bank melihat saat pandemi Covid-19, hampir semua kegiatan dilakukan dengan memanfaatkan platform digital, terutama belanja daring. Perkiraan World Bank, e-commerce Indonesia tumbuh 54% pada 2020 dengan nilai penjualan US$ 32 miliar. Hal ini berbanding terbalik dengan konsumsi rumah tangga yang turun 2,6% year on year (yoy) pada 2020.

Satu Kahkonen khawatir, batas antara ekonomi digital dan konvensional akan kabur seiring berjalannya waktu dan berkembang pesatnya digitalisasi. Alhasil, Indonesia harus melakukan reformasi perpajakan digital dengan tepat.

Secara keseluruhan, desain dan implementasi reformasi perpajakan digital harus diarahkan pada prinsip pemerataan, efisiensi, dan kesederhanaan, atau yang cocok dengan Indonesia. Yang paling penting, reformasi membantu pemerintah untuk menarik pendapatan yang sempat tekor akibat pandemi Covid-19.

Tak bisa bersaing

Pemerintah sejatinya sempat mengusulkan kenaikan batas PKP ini kepada DPR Komisi XI. Namun, hingga saat ini pembahasan tersebut belum ada keputusan.

Ketua Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Ajib Hamdani Minggu (1/8) meminta pemerintah fokus pada kebijakan yang pro pertumbuhan ekonomi dan pro usaha kecil. Menurutnya, penurunan treshold PKP bukanlah keputusan bijak, apalagi dalam masa pemulihan ekonomi.

Jika kebijakan ini dilakukan, UMKM akan menaikkan harga jual ke pelanggan karena sebagai PKP mereka harus memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Hal ini akan membuat UMKM akan tambah sulit bersaing.

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono menilai penurunan threshold PKP berpotensi meningkatkan penerimaan PPN. Namun dari sisi administrasi, kebijakan tersebut akan menyulitkan UMKM untuk menyetorkan PPN, bahkan meningkatkan biaya untuk menguji kepatuhan mereka melaporkan pemungutan PPN tersebut kepada Direktorat Jenderal Pajak. Sebab sebagai PKP yang memungut PPN mereka wajib membuat laporan SPT bulanan kepada Direktorat Jenderal Pajak.

Sumber: Harian Kontan, Senin 02 Agustus 2021 hal 2

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only