Ekonomi Tembus 7,07 Persen, Banggar DPR Harap Penerimaan Pajak Ikut Meroket

Pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II 2021 mencapai 7,07 persen secara tahunan (year on year/yoy). Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah, mengapresiasi segala langkah dan upaya pemerintah untuk mendorong perekonomian di periode April-Juni 2021 tersebut. Menurutnya, salah satu kebijakan pemerintah yang turut menopang perekonomian adalah di sektor pajak.

“Banyak sektor sektor yang tumbuh sebagai dampak kebijakan pemerintah selama kuartal 1 tahun 2021, misalnya kebijakan diskon pajak (PPnBM), sehingga perdagangan mobil, sepeda motor dan reparasinya tumbuh sebesar 37, 88 persen (yoy),” ujar Said dalam keterangannya, Kamis (5/8).Dia pun berharap, penerimaan pajak bisa semakin meroket hingga akhir tahun ini. Per Juni 2021, penerimaan pajak mencapai Rp 557,77 triliun atau 45,36 persen dari target Rp 1.229,6 triliun. Capaian ini tumbuh 4,9 persen dibandingkan realisasi pada periode sama tahun lalu yang hanya Rp 531,77 triliun.Selain itu, desain APBN 2021 yang melanjutkan kebijakan counter cyclical juga berdampak bagus terhadap sektor konstruksi. Dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga yang berkontribusi 57 persen terhadap PDB bahkan tumbuh 5,93 persen (yoy), dari kuartal sebelumnya yang masih minus 2,22 persen (yoy).

Meski demikian, Said mengatakan masih banyak pekerjaan yang harus dihadapi pada dua kuartal III tahun ini dan seterusnya. Kebijakan PPKM pun dinilai akan menjadi penghambat perekonomian.”Saya memperkirakan akibat kebijakan ini akan mengakibatkan pelambatan ekonomi kita di kuartal III 2021. Pada kuartal III 2021 saya memperkirakan ekonomi kita akan masih ke level kontraksi 1,7–2 persen,” kata Said.

Agar tingkat kontraksi ekonomi pada kuartal III 2021 tidak terlalu dalam, Said mengharapkan pemerintah disiplin mencapai target penurunan COVID-19 dengan kebijakan PPKM. Ia pun berharap tingkat efektivitas kebijakan PPKM ditingkatkan, sehingga PPKM tidak berkepanjangan, dan kasus positif COVID-19 menunjukkan penurunan signifikan.”Dengan keberhasilan pengendalian COVID-19, dan PPKM tidak diperpanjang, maka saya perkirakan pada kuartal IV 2021, pertumbuhan ekonomi bisa kembali ke zona positif pada kisaran 4,7-5,2 persen,” tambahnya.

Upaya Kemenkeu Dorong Penerimaan NegaraAnalis Kebijakan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Nursidik Istiawan mengatakan, pemerintah terus menggenjot penerimaan negara, salah satunya dari cukai. Sejak 2009 telah terjadi pengurangan layer pada struktur tarif cukai hasil tembakau (CHT), dari 19 layer menjadi 10 layer pada 2019. Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah berupaya agar sistem cukai yang terdiri dari banyak golongan ini akan makin disederhanakan.“Struktur tarif cukai itu akan diusahakan untuk terus mengurangi layer atau penggolongan tarifnya,” katanya.Menurut Nursidik, dampak penggunaan rokok di berbagai jenis produksi sama saja dampaknya pada konsumen. “Maka kemudian kita harus melakukan itu (simplifikasi) agar pendapatan yang diterima negara dialihkan kepada yang terdampak konsumsi rokok,” ujarnya.Adapun tujuan dari penyederhanaan atau simplifikasi struktur tarif CHT adalah meningkatkan tingkat kepatuhan atau untuk mencegah penghindaran pajak atau tax avoidance dan tax evasion, meminimalisasi peredaran rokok ilegal, penyederhanaan sistem administrasi, optimalisasi penerimaan negara, dan menghilangkan rentang harga atau mendorong kenaikan harga rokok.

Rektor Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan (ITB-AD) Mukhaer Pakkana mengatakan, regulasi simplifikasi struktur tarif CHT akan mendorong perlindungan konsumen sesuai dengan semangat pengendalian tembakau, serta mendorong pengawasan industri yang baik.“Selalu saya ingatkan bahwa tolong untuk mempertimbangkan tentang nasib masa depan anak-anak kita. Jika anak-anak kita rusak akibat prevelasi merokok semakin tinggi, maka berdampak masa depan bangsa kita yang makin suram. Bonus demografi, ada di tangan anak-anak kita saat ini. ujarnya.Ketua Lentera Anak Lisda Sundari mengatakan, salah satu penyebab tidak terkendalinya konsumsi tembakau khususnya pada anak-anak di Indonesia adalah karena akses anak terhadap rokok yang masih terbuka.“Walaupun tiap tahun kita menaikkan cukai rokok, tiap tahun ada PMK, tapi itu tidak membuat rokok jadi mahal, karena cukai naik tapi harganya enggak naik,” ujarnya.

Sumber: kumparan.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only