Bebas Pajak Sewa Toko Selama 3 Bulan Dinilai Kurang Optimal

Pemerintah sudah membebaskan pungutan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk penyewaan toko atau bangunan usaha kepada pedagang eceran selama tiga bulan. Pembebasan pajak sewa toko ini akan diberikan untuk periode penyewaan Agustus hingga Oktober 2021.

Secara umum, pelaku ritel menyambut gembira pembebasan pajak tersebut.  Meski begitu, Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey mengatakan kebijakan tersebut belum optimal untuk meningkatkan kondisi perekonomian para pelaku ritel.

“Kalau diberlakukannya dari Agustus sampai Oktober, dan mal masih tutup, berarti kan belum optimal karena penyewa juga tidak bayar biaya sewa,” ujar Roy kepada Katadata.co.id, Rabu (4/9).

Seperti diketahui, pemerintah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 dari 3 Juli lalu. Sesuai ketentuann PPKM Level 4, mal dan pusat perbelanjaan diwajibkan untuk menutup operasionalnya, kecuali untuk layanan makan take away dan penjualan produk farmasi serta bahan makanan.

Roy menegaskan, pembebasan pajak sewa toko belum optimal selama mal dan pusat perbelanjaan masih tutup. “Bagi kondisi sekarang, beberapa peritel melihat peraturan tersebut belum optimal. Karena mereka masih tutup sekarang, sehingga belum berdampak langsung,” katanya.

Selain itu, ia mengatakan bahwa peraturan tersebut tidak berdampak pada para pedagang eceran yang memiliki bangunan sendiri. Dengan kata lain, para pedagang tersebut tidak merasakan manfaat dari kebijakan tersebut.

“Bagi pedagang eceran di luar mal yang memiliki bangunan sendiri kan tidak menyewa. Berarti mereka tidak kena dampaknya, karena punya bangunan sendiri,” lanjut Roy.

Meski dirasa belum optimal, Roy menganggap peraturan itu sebagai relaksasi untuk kondisi perdagangan selanjutnya. Lebih jauh, ia berharap terdapat tahapan kebijakan yang lebih menguntungkan sektor retail.

“Kita anggap peraturan ini sebagai relaksasi, ya. PPN sewa ini jadikanlah tahap pertama. Kami berharap ada tahap kedua, ketiga, supaya lebih optimal dan general,” harap Roy.

 Seperti diketahui, Menteri Keuangan Sri Mulyani meneken beleid Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 102/PMK.010/2021 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada 30 Juli 2021.

“Untuk menjaga keberlangsungan usaha sektor perdagangan eceran di masa pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan guna mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, perlu diberikan dukungan pemerintah terhadap sektor perdagangan eceran,” demikian tujuan PMK yang tertulis di dalamnya.

Sektor retail merupakan salah satu sektor yang mengalami hantaman keras selama pandemi. Pelemahan ekonomi, penurunan daya beli, serta pembatasan mobilitas membuat sektor tersebut buruk.

Roy menjelaskan omzet perdagangan non-pangan sudah tergerus sebesar 85% sejak Juli karena anjloknya jumlah pengunjung. Roy memperkirakan jumlah pengunjung ke toko ritel menurun 45% bila dibandingkan periode sebelum PPKM Darurat yang kemudian menjadi nama menjadi PPKM Level 4. 

“Di kuartal ketiga ini kita sudah habis, karena tutup. Adapun penjualan melalui online atau e-commerce hanya 9-10%. Nah, yang ritel pangan walaupun buka tetap tergerus. Tergerus karena malnya tutup. Kedatangannya sedikit. Dan yang datang pun hanya belanja kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar yang sifatnya sangat kecil sekali nilai pembelanjaannya,” tutur Roy.

Sumber; katadata.co.id, Kamis 5 Agustus 2021

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only