Pemerintah Perlu Memperluas Basis Pengenaan Pajak

Peneliti dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Christine Chen menilai pemerintah perlu memperluas basis pengenaan pajak (tax base) dalam rangka meningkatkan penerimaan ataupun pencapaian target pajak.

“Pemerintah saat ini membutuhkan dana besar untuk menanggulangi wabah covid-19 yang sudah berjalan dua tahun serta membiayai pemulihan ekonomi. Sementara penerimaan pajak setiap tahunnya tidak pernah mencapai target,” ujar Christine dalam siaran pers, Selasa, 10 Agustus 2021.

Christine menyebutkan, salah satu perluasannya adalah pajak karbon bagi perusahaan maupun individu yang kegiatan usahanya dapat mencemari lingkungan. Pengenaan pajak karbon bertujuan untuk mendorong pengurangan emisi karbon sekaligus meningkatkan penerimaan negara.
Selain itu, pemerintah bisa memperluas basis perpajakan dengan mengenakan cukai bagi industri soda dan plastik. Menurutnya, mengkonsumsi soda dalam jangka panjang membahayakan kesehatan, sementara penggunaan plastik dalam jangka pendek maupun panjang juga mengganggu lingkungan hidup.

“Diversifikasi penerimaan pajak, seperti pajak karbon maupun kenaikan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) sebenarnya dapat saja diterapkan asalkan pada waktu yang tepat agar kebijakan tersebut memberikan hasil yang optimal,” tegasnya.

Sementara itu, Peneliti Pusat Pengkajian Kebijakan Ekonomi (PPKE) Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Imanina Eka Dalilah menyampaikan bahwa perluasan basis pengenaan pajak dilakukan agar membantu produk Industri Hasil Tembakau (IHT)  yang cukup berat menanggung berbagai pajak.

Dia bilang, pemerintah tidak bisa terus menekan IHT dengan terus menerus menaikkan tarif cukainya. Hal itu karena konsekuensi dari kenaikan cukai yang eksesif tidak hanya berdampak negatif pada keberlangsungan IHT, tetapi juga memicu semakin maraknya peredaran rokok ilegal,

“Karena itu, agar IHT tidak terus menerus menjadi andalan pendapatan negara dari cukai, pemerintah perlu meningkatkan tax base atau barang-barang lain yang  kena cukai. Beberapa di antaranya adalah plastik, soda, atau sugar tax,” papar dia.

Adapun barang kena cukai yang telah diterapkan di beberapa negara lain dapat diadopsi oleh Indonesia untuk dapat menjadi alternatif penerimaan cukai pemerintah selain Cukai Hasil Tembakau (CHT).

“Komoditi-komoditi yang dapat dimasukkan ke dalam barang kena cukai antara lain, baterai, penggunaan freon, makanan dan minuman berkarbonasi, gula, kendaraan bermotor, kartu permainan, peralatan listrik, bahan peledak, parfum, perhiasan, dan masih banyak komoditi lainnya yang dapat dikaji,” ungkap Imanina.

Dijelaskan Imanina, barang kena cukai adalah barang-barang yang dibatasi peredaran ataupun konsumsinya (penggunaannya). Hal ini disebabkan karena mengganggu kesehatan maupun dampak eksternalitas negatif seperti kerusakan lingkungan.

“Plastik, soda, dan makanan berpemanis adalah beberapa barang yang dapat dikenai cukai sebagai alternatif barang kena cukai. Ekstensifikasi barang kena cukai tersebut diharapkan mampu menyokong penerimaan cukai, sekaligus penerimaan negara. Karena kita tidak dapat terus mengandalkan cukai hasil tembakau saja untuk mengakselerasi penerimaan negara,” Imanin.

Sumber: medcom.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only