Target Setoran Pajak Melejit, Petugas Bakal Sikat Sana Sini?

Jakarta, CNBC Indonesia – Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) punya tugas sangat berat di tahun 2022. Dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN), petugas pajak diberi target untuk mengumpulkan setoran Rp 1.262,9 triliun.

Bila dibandingkan dengan perkiraan 2021, setoran pajak naik 10,5%. Tentu jauh berbeda dibandingkan dengan 2020 yang terkontraksi 19,6%.

Dilihat lebih rinci, PPh non migas menyumbang paling besar dengan Rp 633,5 triliun atau tumbuh 11,3% tahun depan. PPh migas diperkirakan Rp 47,3 triliun atau tumbuh 3,4%.

Selanjutnya ada PPN dan PPnBM dengan perkiraan Rp 552,3 triliun atau tumbuh 10,1%. Pajak lainnya diperkirakan tumbuh 7% menjadi Rp 11,3 triliun.

Seluruh target tersebut mengacu kepada asumsi pulihnya ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi tahun depan diperkirakan 5-5,5% atau lebih tinggi dari perkiraan tahun ini di sekitar 3%.

Di sisi lain ada sederet kebijakan pajak yang tengah disusun dalam revisi Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Hal itu mencakup pajak penghasilan (PPh) hingga Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Ada juga program peningkatan kepatuhan pajak atau kurang lebih sama seperti pengampunan pajak alias tax amnesty yang terjadi beberapa tahun lalu. Di mana wajib pajak tak patuh selama ini diharuskan melapor secara sukarela dan diberikan tarif khusus yang lebih rendah dibandingkan tertangkap petugas.

Bila melihat raihan sebelumnya, bahkan juga sunset policy pada 2008, program ini bisa mendorong setoran cukup besar kepada negara.

Target Pajak Tinggi Hambat Pemulihan Ekonomi

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menganggap target itu terlalu ambisius. Meskipun ada kemungkinan pemulihan ekonomi berlanjut tahun depan.

“Pemerintah menurut saya tidak perlu menggenjot penerimaan pajak pada tahun 2022,” ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Rabu (18/8/2021).

Hakikatnya pajak, kata Piter menahan ekonomi buat tumbuh lebih cepat. RAPBN 2022 menunjukkan orang yang akan bayar pajak lebih besar secara nominal atau lebih banyak secara jumlah.

Apalagi insentif pajak yang diberikan tidak sebanyak dalam dua tahun terakhir.

“Pajak sifatnya menahan pertumbuhan ekonomi. Stimulus pajak yang seharusnya ditingkatkan dengan tujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi,” terangnya.

Pemerintah patut mengingat bahwa masih ada risiko lonjakan kasus covid-19 yang bisa memukul ekonomi cukup dalam. Juga ada risiko kondisi global akibat kebijakan dari negara-negara maju.

Untuk itu diperlukan kehati-hatian dalam menjaga perekonomian. Sebab risikonya adalah penambahan utang lagi.

“Posturnya cukup realistis dan revenue realistis aja. Tapi ini tergantung pertumbuhannya. 5% bias ke bawah atau ke atas. Semoga kalau tidak ada PPKM darurat lagi seperti sekarang,” ujar David kepada CNBC Indonesia.

Sumber: CNBC Indonesia, Rabu 18 Agustus 2021

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only