Dengan arah pertumbuhan ekonomi yang lebih positif, pemerintah mengatur target defisit anggaran pada tahun 2022 lebih rendah dibandingkan tahun ini. Defisit anggaran di set mencapai Rp 868 triliun atau sekitar 4,85% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Target ini juga selaras dengan upaya konsolidasi fiskal yang sesuai komitmen yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2020.
Konsolidasi fiskal merupakan upaya dalam mengembalikan disiplin fiskal dalam rangka menjaga keberlangsungan fiskal jangka menengah-panjang. Dalam konteks risiko makro- fiskal, konsolidasi fiskal diperlukan untuk menjaga tingkat kerentanan fiskal dalam kondisi yang manageable. Kondisi peningkatan rasio utang baik itu debt ratio, interest ratio, dan debt service ratio perlu dipastikan tidak mengganggu sustainabilitas dan kredibilitas fiskal.
Namun demikian, upaya dalam mencapai konsolidasi fiskal di tahun depan tidak akan mudah dicapai. Dinamika ekonomi di tahun depan masih akan dibayangi penanggulangan pandemi Covid-19 yang belum optimal di tahun ini.
Dalam hal vaksinasi misalnya pemerintah menargetkan 208,2 juta orang bisa di vaksinasi penuh. Sampai dengan tanggal 9 Agustus 2021, total masyarakat yang di vaksinasi 74,8 juta orang, dengan asumsi pemerintah bisa melakukan vaksinasi 500 ribu orang per hari, maka capaian vaksinasi penuh baru akan tercapai di bulan Mei 2022. Belum lagi jika berbicara kapasitas test, tracing dan isolasi yang saat ini juga relatif masih rendah. Tentu kondisi ini akan ikut mempengaruhi dinamika pertumbuhan ekonomi pada tahun depan.
Dari sisi penerimaan negara, kondisi tax ratio yang rendah akan menjadi tantangan tersendiri dalam meraup pundi untuk kas negara. Di sisi lain pada tahun ini potensi terjadi short-fall berpeluang besar akan kembali terulang.
Dengan bergeser nya target tahun ini, basis dasar perhitungan penerimaan pajak untuk tahun 2022 juga berpotensi akan ikut bergeser. Belum lagi, pemerintah juga masih akan memberikan beragam insentif pajak dalam berbagai kebutuhan untuk pemulihan ekonomi yang juga akan ikut berdampak pada penerimaan pajak.
Sementara dari sisi belanja, untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi, menurunkan tingkat kemiskinan dan pengangguran pemerintah masih membutuhkan tambahan anggaran yang relatif masih besar. Di tahun ini saja kita melihat kondisi tenaga kerja dan juga tingkat kemiskinan belum kembali seperti sebelum terjadinya pandemi sehingga membutuhkan intervensi belanja negara yang tidak sedikit. Pertumbuhan belanja negara berpotensi lebih tinggi dari angka 0,4% yang ditargetkan pemerintah.
Penyesuaian kebijakan
Adapun untuk sisi pembiayaan, meskipun diatur lebih rendah dibandingkan tahun ini. Tantangan pembiayaan anggaran, terutama dari penerbitan surat utang, akan dipengaruhi keputusan The Fed yang diproyeksikan akan mulai menaikkan suku bunga acuan di tahun depan. Hal ini juga akan ikut berdampak pada meningkatnya imbal hasil Treasury Bond, sehingga pada muaranya juga akan menggerek imbal hasil surat utang yang akan diterbitkan pemerintah nanti.
Atas dasar konfigurasi di atas, maka beberapa penyesuaian perlu dilakukan pemerintah untuk mencapai sasaran konsolidasi fiskal. Rule of Thumb yang pertama pemerintah harus mempercepat penanggulangan pandemi khususnya dari sisi kesehatan. Targetnya di akhir tahun 2021, tingkat vaksinasi penuh bisa dicapai sembari terus meningkatkan kapasitas test, tracing dan isolasi. Dengan pendekatan ini pemerintah bisa meminimalisir potensi outbreak Covid-19 di kuartal I-2022. Sehingga asa pertumbuhan ekonomi di kuartal yang sama juga bisa tetap terjaga.
Selain itu untuk mendorong perekonomian, pemerintah juga perlu fokus dalam memilih sektor yang dapat memberikan efek multiplier yang besar terhadap perekonomian. Salah satu sektornya adalah industri manufaktur.
Pemerintah perlu mendorong keterlibatan industri manufaktur dalam Global Value Chain (GVC) baik dalam bentuk forward participation maupun backward participation. Untuk mewujudkan nya, perlu dipercepat kebijakan industri nasional yang menggunakan teknologi medium atau high untuk mengurangi secara bertahap ketergantungan pada industri berbasis komoditas.
Pertumbuhan industri manufaktur juga menjadi salah satu kunci pencapaian penerimaan pajak di tahun depan. Dengan kontribusi
mencapai 28% dari total penerimaan pajak, perbaikan penerimaan pajak di sektor manufaktur akan berdampak langsung pada penerimaan pajak secara keseluruhan. Selain itu sektor manufaktur, juga bisa membantu pemerintah dalam mencapai sasaran penurunan pengangguran di tahun depan.
Berbicara pengangguran, program kartu pra-kerja juga semestinya mendapatkan alokasi tambahan baik dari sisi jumlah peserta maupun besaran anggaran. Tahun depan pemerintah menargetkan penerima kartu pra-kerja mencapai 2,9 juta orang. Namun demikian dengan mengukur pada jumlah pengangguran yang diproyeksikan mencapai 9,7 juta orang pada tahun ini, maka selayaknya pemerintah perlu mempertimbangkan untuk menambah jumlah penerima dari jenis bantuan ini.
Sementara untuk mencapai target menurunkan tingkat kemiskinan pemerintah perlu melakukan penyesuaian dalam beberapa program seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan kartu sembako. Jumlah penerima PKH dan kartu sembako sudah semestinya lebih tinggi dibandingkan alokasi pada tahun 2022. Penambahan anggota penerima ini mempertimbangkan jumlah penduduk rentan miskin yang bertambah seiring dengan proyeksi jumlah penduduk miskin yang bisa mencapai 28 juta pada September tahun ini.
Penambahan anggaran belanja di atas berpotensi melebarkan proyeksi defisit anggaran di tahun depan. Namun demikian hal ini diperlukan dalam transisi pemulihan ekonomi dan juga sebagai modal awal mencapai target konsolidasi fiskal yang lebih kuat di tahun 2023 nanti.
Lalu untuk pembiayaan anggaran. Peran burden sharing antara pemerintah dan bank sentral akan kembali diuji. Dengan potensi meningkatnya cost of fund akibat kebijakan The Fed, keterlibatan bank sentral dalam menyerap surat utang pemerintah, baik di pasar sekunder atau juga di pasar primer, menjadi penting dalam memastikan tidak hanya terpenuhi nya kebijakan belanja negara di tahun depan namun juga sustainabilitas dan kredibilitas fiskal dalam jangka menengah-panjang.
Tahun depan merupakan titik kunci dari proses pemulihan ekonomi dan konsolidasi fiskal 2023. Proses perjalanan konsolidasi fiskal tentu tidak boleh mengorbankan upaya pemulihan ekonomi yang berjalan. Tidak mudah memang, namun langkah akan terasa lebih ringan jika semua pihak bekerja sama, sekali lagi.
Sumber: Harian Kontan Jumat 20 Agustus 2021 hal 15
Leave a Reply