Rekening Gelap Menyarap

Bisnis, JAKARTA — Praktik penghindaran pajak yang melibatkan perbankan kian marak. Hal itu tecermin dalam temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan terkait dengan transaksi jumbo yang dilakukan oleh 500.000 rekening “gelap” atau tanpa Nomor Pokok Wajib Pajak. 

Temuan ini menjadi penanda bahwa aktivitas keuangan di lingkaran shadow economy masih belum tertangani dengan baik oleh otoritas fiskal dan pihak terkait lainnya.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam Laporan Semester I Tahun 2021 mencatat, shadow economy mencakup segala aktivitas yang dapat memberikan nilai ekonomi baik legal maupun ilegal, akan tetapi tidak tercatat oleh negara.

Adapun 500.000 rekening “gelap” itu terjadi dalam sektor perdagangan melalui sistem elektronik atau dagang-el.

Oleh sebab itu, PPATK dan Ditjen Pajak Kementerian Keuangan berupaya untuk memburu data transaksi perbankan guna mengungkap transaksi “hitam” tersebut.

“Ditemukan lebih dari 500.000 rekening yang tidak dapat teridentifikasi kepemilikan NPWP [Nomor Pokok Wajib Pajak] dengan total nilai transaksi cukup besar,” tulis PPATK dalam laporan yang dikutip Bisnis, Minggu (29/8).

Sebenarnya, PPATK dan Ditjen Pajak Kementerian keuangan telah bekerja sama untuk mengungkap shadow economy di sektor dagang-el.

Termasuk di dalam kolaborasi itu adalah mendeteksi adanya praktik pencucian uang berbasis perdagangan atau trade based money laundering.

Hanya saja, efektivitas dari kerja sama tersebut masih belum maksimal. Hal ini terefleksi dari rendahnya jumlah dana yang berhasil diamankan, yakni hanya senilai Rp76,40 miliar.

“Kerja sama PPATK dengan Ditjen Pajak juga secara nyata berhasil meningkatkan penerimaan negara sebesar Rp76,40 miliar selama periode Januari—Juni 2021,” tulis PPATK.

Guna meminimalisasi praktik penghindaran pajak dalam shadow economy dan mengamankan penerimaan negara, kedua instansi itu melakukan berbagai strategi.

Pertama memperluas data dari penyedia jasa keuangan, dan kedua, mendeteksi trade based money laundering.

Kedua strategi itu ditempuh lantaran praktik pencucian uang di bidang perpajakan tidak hanya dilakukan melalui transaksi biasa, juga via transaksi di sektor perdagangan.

Sejalan dengan kiat ini, maka penyedia jasa keuangan wajib melakukan pemantauan terhadap transaksi pembayaran perdagangan yang dilakukan oleh para eksportir dan importir untuk ditindaklanjuti dengan analisis atau pemeriksaan PPATK.

Namun demikian, dalam pengungkapan trade based money laundering ini, PPATK membutuhkan kerja sama dan pertukaran data antarkementerian dan lembaga yang lebih luas.

Sementara itu, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor menjelaskan, instansinya akan melakukan penelitian dan validasi untuk menelusuri rekening yang belum memiliki NPWP tersebut.

Kemudian, otoritas pajak juga akan melakukan langkah persuasi atau imbauan bagi masyarakat yang belum memiliki NPWP kendati telah memenuhi persyaratan, untuk segera mendaftar. 

“Sesuai dengan peraturan perpajakan, untuk memiliki NPWP bersifat self asess-ment dan dilakukan secara daring. Kami terus mengajak masyarakat mendaftarkan diri secara sukarela, serta mengawasi pelaksanaan self asessment tersebut,” jelasnya.

SINERGI

Di sisi lain, Ditjen Pajak juga terus bersinergi dengan PPATK serta lembaga terkait lainnya untuk memaksimalkan penghimpunan serta pengolahan data yang diperoleh dari perbankan.

Adapun, pengamat ekonomi IndiGo Network Ajib Hamdani menyarankan kepada otoritas pajak untuk melakukan tiga hal guna meminimalisasi praktik penghindaran atau pencucuain uang.

Pertama, menegakkan regulasi yang ada, terutama pengetatan transaksi, underline project, dan identitas pemakai dana.

Kedua, menghimpun data dari penyedia pertukaran mata uang, mengingat selain perbankan, money changer juga bisa menjadi pintu masuk dari transaksi mencurigakan maupun pencucian uang di bidang perpajakan.

Ketiga, adalah membentuk Single Identification Number (SIN) yang valid dan terintegrasi. “Dengan pola ini, maka transaksi akan makin terdeteksi dan menghindari shadow economy,” ujarnya.

Sumber: ortax.org (Harian Bisnis Indonesia), Senin 30 Agustus 2021

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only