Kemenkeu Ungkap Skema Pajak Karbon, Besaran Pungutan dan Insentifnya

Kementerian Keuangan memastikan besaran pungutan pajak karbon tidak membebani pelaku usaha dan penerapan dilakukan pada waktu yang tepat.

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo  mengatakan pemerintah tidak sekadar menerapkan pajak karbon untuk menambah penerimaan negara. Penerapan ini juga untuk memenuhi komitmen Indonesia dalam Perjanjian Paris, terutama terkait penurunan emisi karbon.  

“Akan dipilih sektor tertentu yang kontribusinya besar dan cukup siap untuk dipungut pajak karbon. Serta akan dikaitkan dengan insentif non fiskal agar memberi daya dukung lebih kuat bagi investasi dan transformasi ekonomi,” kata Yustinus Prastowo Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, dalam webinar mengenai pajak karbon yang diselenggarakan oleh Tax Centre UI di Jakarta, Senin 30 Agustus 2021.

Menurut dia, saat ini pemerintah sedang memetakan berbagai pungutan yang bertujuan mengurangi emisi karbon, termasuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan pajak daerah. Ketentuan ini akan diintegrasikan agar tidak terjadi tumpang tindih dalam penerapannya ke depan.

“Ini pentingnya mendesain bagaimana formulasi pajak karbon yang efektif untuk mencapai tujuan, tapi sekaligus tidak menjadi beban dengan pajak berganda,” kata Prastowo.

Usulan mengenai pemungutan pajak karbon dalam Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) pun diyakini akan menjadi babak baru pengarusutamaan perekonomian hijau.

Menurut Prastowo, pemerintah telah mengundang berbagai lapisan masyarakat, seperti asosiasi pelaku usaha, akademisi, dan aktivis lingkungan untuk memformulasikan pajak karbon yang adil.

“Masih cukup waktu bagi kita untuk berdiskusi, baik pemerintah, dewan perwakilan rakyat, pelaku usaha, dan aktivitas untuk memberi masukan agar kebijakan pajak karbon didesain secara holistik dan komprehensif. Kita memerlukan pertimbangan yang adil dan memperhatikan pemulihan ekonomi,” kata Prastowo.

Dalam RUU KUP, pemerintah berencana mengenakan tarif sebesar Rp75 per kilogram karbon dioksida ekuivalen atau satuan yang setara. Tarif pajak karbon ini dihitung berdasarkan harga perdagangan karbon dari kegiatan Result Based Payment REDD + atau Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation Tahun 2020.

Sumber: bisnis.tempo.co

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only