Diprotes Pengusaha, Ini Penjelasan Wamenkeu Soal Pajak Karbon

Jakarta, CNBC Indonesia – Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara buka suara soal rencana pengenaan pajak karbon. Rencana ini diketahui mendapat penolakan dari kalangan dunia usaha.

Suahasil menjelaskan saat ini, energi fosil dan energi terbarukan bisa berjalan beriringan. Seperti diketahui saat ini perusahaan-perusahaan energi multinasional masih menerapkan energi fosil seperti batubara, minyak bumi, gas alam dan sebagainya.

“Karena pemahaman itu, kami mencari arah, yang juga bisa melihat sektor keuangan. Sektor keuangan juga saat ini melihat energi terbarukan sebagai masa depan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat,” jelas Suahasil dalam sebuah webinar, Rabu (1/9/2021).

Oleh karena itu, kata Suahasil pajak karbon sebagai klausul yang saat ini masih dibahas dengan DPR melalui Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP), adalah cara pandang di masa depan.

Menurut Suahasil pajak karbon lebih sekedar dari pendapatan pemerintah. Tapi bagaimana menjadi perspektif baru untuk melindungi rakyat di masa depan.

“Pajak karbon mewakili cara pandang kita di masa depan tentang bagaimana kita melihat ekonomi, lingkungan, pilihan bagaimana meningkatkan kesejahteraan rakyat,” ujarnya.

“Ini lebih dari sekedar pendapatan pemerintah, ini tentang perspektif baru yang penting bagi kami. Saya mengerti bahwa perusahaan multinasional juga internasional sangat intens mengenai isu lingkungan di masa depan,” kata Suahasil melanjutkan.

Kesejahteraan rakyat yang bisa diraih melalui pajak karbon ini, kata Suahasil bisa dilihat bagaimana pemerintah memperhatikan semua sektor, dan tidak bermaksud untuk membebani sektor atau perusahaan tertentu.

“Jauh dari niat mengumpulkan pendapatan dalam waktu sesingkat-singkatnya, sangat jauh dari itu. Saya dapat meyakinkan anda,” tegasnya.

Pajak karbon, kata Suahasil adalah sinyal dari Indonesia untuk mengkomunikasikan kepada dunia tentang bagaimana pemerintah bisa berkontribusi mengurangi emisi karbon.

“Kami memberikan pembedaan untuk produk yang menghasilkan emisi dan produk yang lebih sedikit emisi, terutama kendaraan misalnya,” tuturnya.

Seperti diketahui, melalui RUU KUP, pemerintah berencana menerapkan pajak karbon pada 2022 dengan tarif minimal Rp 75 per kilo gram (kg) karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara.

Dalam aturan ini disebutkan bahwa subjek pajak karbon adalah orang pribadi atau badan yang membeli barang yang mengandung karbon atau melakukan aktivitas yang menghasilkan emisi karbon.

Adapun pajak karbon yang berlaku yakni barang yang mengandung karbon atau aktivitas yang menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tertentu dan pada periode tertentu.

Sumber: CNBC Indonesia, Rabu 1 September 2021

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only