Memangkas Tunas

Pemerintah tengah menyiapkan regulasi fiskal baru berupa penetapan Pajak Penghasilan (PPh) Final sebesar 1% yang dikenakan untuk kegiatan beromzet bruto minimal Rp4,8 miliar per tahun atau Rp400 juta per bulan.
Aturan baru yang tertuang dalam RUU Ketentuan Umum dan Tata-cara Perpajakan itu masih dibahas oleh DPR. Jika disetujui, angka 1% tersebut merupakan dua kali lipat dari PPh Final dari yang sekarang berlaku yakni 0,5%.
Para pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) langsung menolaknya. Wajar mengingat angka yang harus dikeluarkan oleh UKM jika ketentuan itu berlaku mencapai minimal Rp48 juta per tahun. 


Signifikan bagi UKM. Sebaliknya, kecil saja dibandingkan dengan pemasukan negara dari sektor pajak.
Penaikan PPh terhadap UKM jelas kontraproduktif dengan kebijakan pemerintah yang menggencarkan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) serta bertentangan dengan UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja yang mendorong penciptaan lapangan kerja.


PPh Final 1% dari omzet akan memberatkan UKM, bahkan mengancam kelangsungan hidup usaha mereka. Sebaliknya kontribusi angka puluhan juta itu dalam setahun bagi negara tidaklah seberapa. 
Di sisi lain, satu UKM yang mati bermakna satu tunas kehidupan perekonomian sudah terpangkas.
Proses kerja UKM belum efisien. Artinya, keuntungan mereka mungkin hanya 5% atau 10% dari omzet bruto. Dengan omzet Rp400 juta dan dalam kondisi yang belum efisien, sangat boleh jadi keuntungan mereka tidak lebih Rp20 juta sebulan. 


Artinya, setahun hanya Rp240 juta. Jadi, PPh yang harus mereka bayarkan minimal Rp48 juta itu sudah mencakup 20% dari laba kotor satu UKM, bahkan angka itu sudah cukup untuk menutupi biaya sewa kios tahunan mereka.
Angka-angka dan kondisi di tingkat akar rumput ini yang harus dipahami pembuat kebijakan. Persoalannya, mereka yang berkuasa dan membuat kebijakan tak sepenuhnya memahami kondisi di lapisan masyarakat terbawah.
Seyogianya, dengan kondisi proses kerja yang belum efisien, pemerintah memprioritaskan pendampingan bagi UKM agar mampu mengerek laba, sehingga kontribusi pajaknya meningkat tanpa beban tambahan. 
Proses kerja yang efisien itu juga merupakan tunas mungil yang menjadi bagian untuk membangkitkan kembali perekonomian yang terpuruk dihantam pandemi Covid-19.


Rencana menaikkan PPh Final menjadi 1% ini juga di tengah munculnya usul agar batas tidak kena pajak UMKM dinaikkan dari saat ini omzet bruto Rp4,8 miliar setahun. 
Permintaan itu dilatarbelakangi kondisi kebanyakan UKM juga tengah kesulitan akibat pandemi.
Sayangnya, bukan kebijakan menaikkan batasan omzet Rp4,8 miliar itu yang direalisasikan, malah muncul rencana menaikkan PPh Final hingga 1%, mengembalikannya ke persentase sebelum 1 Juli 2018.

Sumber: Harian Bisnis Indonesia

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only