DPR Tolak Perluasan Penerapan PPN

JAKARTA. Rencana pemerintah untuk mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) atas sembako, jasa pendidikan dan kesehatan tertentu mendapat penolakan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hal ini terjadi saat pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Ecky Awal Mucharam dari Fraksi Partai Keadilan Kesejahteraan (PKS) yang juga anggota Panja RUU KUP Komisi XI DPR RI menyatakan fraksinya menolak penerapan PPN atas sembako, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa sosial, dan jasa pelayanan keagamaan. Penolakan ini karena kelima item yang akan kena pajak ini merupakan hak dasar seluruh masyarakat.

Ia menyebut selama ini kontribusi PPN terbesar dari konsumsi masyarakat. Dan jika pengenaan PPN diperluas, sudah pasti akan memberatkan masyarakat kebanyakan.

Alih-alih memberi saran untuk menggenjot penerimaan pajak, Ecky justru meminta pemerintah untuk menaikkan threshold atau batasan penghasilan tidak kena pajak (PTKP), dari sebelumnya Rp 4,5 juta per bulan menjadi Rp 8 juta per bulan. “Ini untuk menambah konsumsi rumah tangga,” katanya saat Rapat Kerja Komisi XI dengan Menteri Keuangan, Senin (13/9).

Sejalan, Anggota Panja RUU KUP dari Fraksi Partai Nasdem Fauzi Amor juga menolak rencana pengenaan PPN atas sembako, jasa pendidikan, dan jasa kesehatan karena dianggap akan memberatkan masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.

Untuk mengkompensasi penolakan tersebut, Fauzi mendorong pemeritah untuk mengejar pajak penghasilan (PPh) atas perusahaan digital asing serta menyetujui usulan pajak karbon.

Sedangkan Anggota Panja RUU KUP Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun mewanti-wanti pemerintah, jika sebagian RUU KUP diterapkan 2022 atau 2023, maka pemerintah harus mampu mencapai konsolidasi fiskal. Pada 2023 ekonomi dan penerimaan pajak musti menggeliat agar defisit anggaran bisa kembali di bawah 3% dari produk domestik bruto (PDB).

“Penerimaan pajak yang selama 13 tahun ini tidak pernah tercapai, maka harus bisa mencapai target,” katanya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan untuk barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat banyak barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, dan jasa kesehatan akan dikenakan PPN dengan tarif PPN yang lebih rendah dari tarif normal. Atau dapat tidak dipungut PPN serta bagi masyarakat yang tidak mampu dapat dikompensasi dengan pemberian subsidi.

“Rentang barang konsumsi ini bisa dari yang sangat basic sampai yang paling sophisticated,” kata Sri Mulyani.

Sumber: Harian Kontan Selasa 14 Sept 2021 hal 2

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only