Pemerintah Diminta Realisasikan Penerapan Nilai Ekonomi Karbon

Jakarta, Beritasatu.com – Pemerintah memalui Kementerian ESDM diminta segera merealisasikan penerapan nilai ekonomi karbon untuk menjaga daya saing industri Indonesia di dunia global. Dorongan tersebut mencuat dalam podcast bertajuk “Pro dan Kontra RUU KUP Pajak Karbon untuk Indonesia” yang diselenggarakan Prakarsa Jaringan Cerdas Indonesia (PJCI), akhir pekan lalu.

Podcast PCJI diselenggarakan dua sesi melibatkan panelis Paul Butar Butar selaku Direktur Eksekutif Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), Kepala Seksi Industri Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementrian Keuangan Republik Indonesia, Joko Tri Haryanto, Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa, dan Dicky Edwin Hindarto dalam kapasitas konsultan energi.

“Pasar dunia saat ini sudah bergerak dalam pengembangan ekonomi rendah karbon di segala lini. Tidak berhenti pada pasar domestik masing-masing negara, pergerakan ekonomi rendah karbon juga sudah mulai menjadi pertimbangan dalam hubungan perdagangan bilateral dan multilateral,” ungkap Pendiri PJCI, Eddie Widiono dalam keterangan persnya, Selasa (14/9/2021).

Eddie Widiono kembali menegaskan pentingnya nilai ekonomi karbon bagi daya saing Indonesia. Untuk itu, katanya, Indonesia tidak memiliki keleluasaan untuk menunda penerapan nilai ekonomi karbon. Konsep daya saing sebuah negara di pasar global saat ini mengalami pergeseran. Saat ini, daya saing tidak melulu ditentukan oleh kualitas atau harga dari barang dan jasa, tetapi sudah memperhitungkan biaya eksternalitas yang ditimbulkan dari jejak emisi karbon barang dan jasa tersebut.

“Menunda penerapan nilai ekonomi karbon dengan tujuan menjaga daya saing Indonesia sebenarnya kontraproduktif dalam kerangka berpikir daya saing global saat ini,” tegasnya.

Sementara itu, Paul Butar Butar mengatakan, penundaan atas pengenaan nilai ekonomi karbon akan berdampak negatif terhadap daya saing industri Indonesia di pasar dunia.

“Penggunaan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) di sektor ketenagalistrikan serta inisiatif-inisiatif rendah karbon yang digunakan di industri-industri lain merupakan contoh nyata pergerakan menuju ekonomi rendah karbon,” ujarnya.

Perubahan iklim telah menjadi isu krusial nasional maupun global. Sejumlah negara-negara di dunia berupaya mengurangi dampak dari perubahan iklim dengan melahirkan Konvensi Kerangka Kerja tentang perubahan iklim atau The United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) yang telah disepakati di Rio de Janeiro pada 1992. Indonesia sebagai salah satu negara anggota United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) menyatakan ikut berkomitmen menurunkan tingkat emisi sebanyak 29%-41% pada tahun 2030 dengan kerjasama internasional yang dituangkan dalam dokumen Nationally Determined Contributions (NDC) sesuai dengan Persetujuan Paris atau Paris Agreement.

Dua skema dicanangkan pemerintah untuk kebijakan pajak karbon. Skema pertama yaitu mengadakan pungutan pajak karbon dengan menggunakan instrumen perpajakan yang sudah tersedia saat ini. Sedangkan skema kedua, dengan membentuk suatu instrumen baru, yaitu adanya kebijakan tersendiri mengenai pajak karbon di Indonesia. Namun, untuk instrumen baru ini nantinya akan menjadi revisi dari UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).

Sumber: beritasatu.com, Selasa 14 September 2021

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only