Ini Sikap Fraksi PKS Soal RUU KUP

TRIBUNJAKARTA.COM – Pembahasan RUU KUP telah berlangsung selama dua minggu terakhir.

Berbagai dinamika pembahasan telah terjadi, terutama terkait beberapa isu yang dipandang PKS sangat krusial karena menyangkut hajat hidup orang banyak.

Untuk itu, Fraksi PKS Menolak kenaikan tarif PPN dan mendorong agar tarif Pajak Pertambahan Nilai Setinggi-tingginya 10% (persen).

Kenaikkan tarif PPN akan kontraproduktif dengan rencana pemulihan ekonomi nasional.

“Sumber PPN terbesar berasal PPN dalam negeri, berupa konsumsi masyarakat, dan PPN impor, yang merupakan konsumsj bahan modal dan bahan baku bagi industri. Artinya, kenaikkan tarif PPN tidak hanya melemahkan daya beli masyarakat, tetapi juga akan meningkatkan tekanan bagi industri,” kata Anggota Komisi IX DPR Ecky Awal Mucharam di ruang Fraksi PKS DPR, Selasa (28/9/2021).

Selain itu, lanjut Ecky, Fraksi PKS menolak rencana pemerintah tentang pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada draf RUU KUP pada sejumlah barang/jasa. Seperti Barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa pelayanan sosial, jasa keagamaan, jasa keuangan Syariah, jasa asuransi jiwa dan jasa kesenian.

Pengenaan PPN pada sejumlah barang/jasa tersebut akan semakin memberatkan masyarakat berpendapatan rendah. Riset dari World Bank (2020) menunjukkan apabila barang/jasa pada list Pasal 4A dikenakan PPN, maka masyarakat pada tingkat pendapatan terendah (desil 1), akan mengalami peningkatan beban PPN dari 3,4% menjadi 5,7% dari pendapatan sebelum pajaknya Artinya, pengenaan PPN pada barang/jasa tersebut berpotensi menambah beban masyarakat berpendapatan rendah.

“Fraksi PKS juga menolak pasal-pasal terkait dengan “tax amnesty “jilid kedua dan/atau sunset policy. Adanya tax amnesty jilid kedua dan/atau sunset policy tidak akan efisien dan hanya akan membuka ruang ketidakpatuhan bagi wajib pajak. Pelaksanaan Tax Amnesty yang pertama, tidak terbukti dapat meningkatkan penerimaan negara jangka panjang. TerbuPkti, pada periode 2018 sampai 2020, rasio pajak terus menurun hingga mencapai 8,3%. Berarti ada yang tidak beres dengan tax amnesty,” ujarnya.

Menurutnya, Tax amnesty yang berulang berpotensi besar menimbulkan ketidakadilan bagi para wajib pajak (WP).

Ketidakadilan ini akan sangat dirasakan oleh wajib pajak yang taat dan jujur dalam melaporkan aset kekayaan selama ini dan membayarkan pajaknya, sementara Tax Amnesty jelas-jelas memberikan ampunan bagi yang tidak patuh dan tidak jujur.

Sumber: tribunnews.com, Rabu 29 September 2021

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only