Setoran PNBP Perikanan Naik, Beban Nelayan Melesat

JAKARTA. Kebijakan pemerintah mengerek penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sektor perikanan tangkap memantik protes. Nelayan di Jakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur hingga Kalimantan menggelar aksi mogok sebagai protes mulai Rabu. (29/9)

Pangkal persoalan adalah Dua beleid Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono tertanggal 18 September 2021. Yakni Keputusan Menteri Perikanan dan Kelautan Nomor 86/2021 tentang Harga Patokan Ikan Untuk Penghitungan Pungutan Hasil Perikanan dan Keputusan Menteri Perikanan serta Kelautan Nomor 87/2021 tentang Produktivitas Kapal Penangkap Ikan.

Konsekuensi aturan ini,elayan dan perusahaan ikan tangkap harus membayar kenaikan tarif berdasarkan produktivitas tangkapan ikan.

Aturan ini adalah turunan PP No 85/2021 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis PNPB untuk Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Poin aturan ini, pemerintah mengerek pendapatan dari hasil sumber daya alam (SDA) perikanan. Berdasarkan outlook 2021, realisasi pendapatan SDA perikanan sebesar Rp 957,2 miliar, naik 59,4% dari realisasi 2020. Di RAPBN 2022, pendapatan SDA perikanan direncanakan naik jadi Rp 1,63 triliun, tumbuh 70,1% dari outlook tahun 2021.

Kenaikan ini sejalan dengan rencana perubahan basis tarif dari jumlah kapal atas komoditas perikanan lewat aturan baru. Dus di sinilah protes muncul karena kebijakan ini membuat nelayan dan perusahaan ikan tangkap harus membayar tarif lebih mahal.

Hitungan Ketua Himpunan Nelayan Purse Seine Nusantara, James Then (29/9) nelayan harus membayar PNBP sektor perikanan hingga 600%.

Padahal, saat ini, rata-rata pembayaran PNBP untuk kapal nelayan berbobot 60 -200 gross ton (GT) berkisar Rp 90 juta-Rp 400 juta setahun.

Menjadi semakin berat, kata James Then, hasil tangkapan ikan selama pandemi Covid-19 turun hingga 30%. Harga ikan di pasaran juga anjlok 20%-30%. Sementara harga ikan di pasar internasional fluktuatif.

Hendra Sughandi Wakil Ketua Komite Perikanan Apindo menilai aturan ini tak masuk akal. Pemerintah harus memperhitungkan risiko usaha perikanan tangkap yang tinggi. Sayangnya, Juru Bicara KKP Wahyu Muryadi yang dihubungi KONTAN belum bisa memberikan tanggapan beleid ini karena sedang mengikuti rapat pimpinan.

Sumber: Harian Kontan Kamis 30 September 2021 hal 1

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only