Siap-siap Pajak Naik! Jajan Makanan Hingga Baju Makin Mahal

 Pemerintah memutuskan untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11% yang akan dimulai pada 1 April 2022. Ini tertuang dalam Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) yang telah disetujui oleh DPR.

Kenaikan PPN ini dilakukan pemerintah untuk mengerek penerimaan pajak yang sebelumnya begitu tertekan akibat pandemi Covid-19. Kenaikan bahkan akan dilakukan lebih tinggi secara bertahap yakni menjadi 12% di 2025.

Adapun tarif PPN yang telah ditetapkan pemerintah sejak beberapa tahun lalu hingga hari ini sebesar 10%. PPN ini sering kali ditemukan dari proses transaksi sehari-hari masyarakat.

Dengan kenaikan PPN ini, maka mulai tahun depan beban masyarakat saat pembelian berbagai jenis kebutuhan akan makin mahal. Begitu juga makan di restoran yang makin mahal.

Sebab, dalam transaksi beban PPN dikenakan kepada konsumen akhir atau pembeli. Sehingga saat pembayaran dilakukan, biaya yang harus dirogoh oleh konsumen makin tinggi.

Oleh karenanya, banyak pengusaha yang menolak kenaikan PPN ini sejak direncanakan pada awal tahun lalu. Apalagi saat ini masyarakat tengah tertekan karena pandemi Covid-19 yang membuat daya beli anjlok.

Pasalnya, kenaikan PPN akan meningkatkan biaya produksi dan konsumsi masyarakat. Kenaikan harga-harga barang di tengah pandemi yang masih berlangsung, akan membuat daya beli semakin melemah.

Salah satunya disampaikan oleh Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo). Dalam dokumen keterangannya, Aprindo menyebutkan menolak dengan tegas kenaikan PPN karena akan membuat daya beli masyarakat semakin anjlok. Sehingga bukannya membuat perekonomian semakin membaik tapi justru semakin terpuruk.

Hal yang sama juga disampaikan oleh berbagai ekonom. Dimana kenaikan PPN yang dimulai pada tahun depan kurang tepat. Sebaliknya, untuk menggenjot penerimaan pemerintah disarankan untuk menarik dari sumber lain seperti kenaikan cukai rokok.

“Bagaimana cara menggenjot pajak, ini kan bisa dari cukai, PNBP dan pengurangan belanja dan ada beberapa kemungkinan lainnya,” ujar Ekonom Bank Permata Josua Pardede kepada CNBC Indonesia beberapa waktu lalu.

Peneliti Center of Industry Trade, and Investment Indef, Ahmad Heri Firdaus juga berpendapat sama. Saat melakukan hipotesis terhadap dampak kenaikan tarif PPN terhadap ekonomi makro, hasilnya membuktikan kenaikan PPN akan membuat ekonomi tidak stabil.

“Permintaan barang dan jasa akan turun, dan akan berdampak ke sektor usaha dan utilisasi, serta penjualan akan turun,” jelas Ahmad Heri dalam diskusi virtual beberapa waktu lalu.

Sumber: cnbcindonesia.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only