Berlaku Tahun Depan, Omzet Hingga Rp500 Juta UMKM Tidak Kena Pajak

Batasan peredaran bruto tidak kena pajak senilai Rp500 juta akan mulai diberlakukan pada 2022. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (11/10/2021).

Sesuai dengan ketentuan dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), wajib pajak orang pribadi dengan peredaran bruto tertentu – yang diatur dalam PP 23/2018 – tidak dikenai pajak penghasilan (PPh) atas bagian omzet sampai dengan Rp500 juta dalam 1 tahun pajak.

“Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 [perubahan atas UU PPh] mulai berlaku pada tahun pajak 2022,” bunyi Pasal 17 ayat (1) UU HPP.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan dalam ketentuan saat ini, tidak ada batasan peredaran bruto tidak kena pajak. Dengan demikian, PPh final dengan tarif 0,5% PP 23/2018 tetap dikenakan terhadap wajib pajak orang pribadi UMKM tanpa batasan nilai omzet.

“Selama ini, [untuk] UMKM kita tidak ada batas tadi [peredaran bruto tidak kena pajak], sehingga mau peredaran bruto hanya Rp10 juta, Rp50 juta, Rp100 juta, dia tetap kena PPh final 0,5%,” ujarnya.

Adapun penyesuaian besarnya batasan peredaran bruto tidak dikenai pajak penghasilan ditetapkan dengan peraturan menteri keuangan (PMK) setelah dikonsultasikan dengan DPR. Penyesuaian mempertimbangkan perkembangan ekonomi dan moneter serta harga kebutuhan pokok setiap tahunnya.

Selain mengenai batasan peredaran bruto tidak kena pajak, ada pula bahasan mengenai 136 negara/yurisdiksi – mewakili 90% produk domestik bruto (PDB) global – yang telah menyepakati solusi dua pilar (two-pillar solution) untuk mengatasi tantangan pajak dari digitalisasi ekonomi. Ada pula bahasan mengenai program pengungkapan sukarela wajib pajak.

Tidak Merevisi PP 23/2018

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan ketentuan teknis terkait dengan implementasi peredaran bruto tidak kena pajak untuk wajib pajak orang pribadi UMKM akan diatur dalam peraturan tersendiri. Otoritas tidak akan merevisi PP 23/2018.

“Saat ini pemerintah tidak memiliki wacana untuk mengubah PP 23/2018, dan pelaksanaannya akan berjalan bersama-sama dengan UU HPP. Mengenai mekanisme pembayarannya ke depannya akan diatur pada aturan pelaksanaan,” ujar Neilmaldrin.

Solusi Dua Pilar

Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) menyatakan setelah bertahun-tahun negosiasi intensif, 139 dari 140 negara/yuridisdiksi anggota OECD/G-20 Inclusive Framework on BEPS (IF) membuat kesepakatan penting (the landmark deal).

Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak

Program pengungkapan sukarela wajib pajak terbagi menjadi 2 skema. Pertama, skema untuk wajib pajak yang telah menjadi peserta tax amnestyKedua, skema untuk wajib pajak orang pribadi yang belum melaporkan harta bersih dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh.

Wajib pajak diharapkan dapat mengungkap harta secara sukarela dalam program yang berlangsung berlangsung mulai 1 Januari hingga 30 Juni 2022 ini. Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan saat berlangsungnya program amnesti pajak sebelumnya, otoritas belum mendapatkan akses informasi keuangan, terutama dalam skema pertukaran antarnegara.

“Namun demikian, sejak 2017/2018, akses informasi sudah kami dapatkan. Inilah yang kami gunakan untuk mengawal [kepatuhan]. Apa-apa saja yang kira-kira dapat kami jadikan pembanding pada waktu wajib pajak menyampaikan SPT-nya. Ini yang terus kami lakukan,” ujar Suryo.

UU HPP mengatur kenaikan tarif PPN secara bertahap. Tarif PPN akan naik dari 10% menjadi 11% mulai 1 April 2022, dan kembali naik menjadi 12% paling lambat pada 1 Januari 2025. Pemerintah memastikan kenaikan tarif PPN tidak akan terlalu berdampak terhadap laju inflasi.

“Dengan kenaikan PPN sebesar 1%, dampak terhadap inflasi diperkirakan akan terbatas dan minimal,” ujar Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.

Risiko Pengamanan Target Penerimaan Pajak

Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji menjelaskan upaya pengamanan target penerimaan pajak pada tahun depan juga masih dibayangi risiko pola positivity rate dan skenario pengendalian pandemi Covid-19.

“Jika hal tersebut belum bisa dikelola dengan baik maka akan terdapat tekanan terhadap aktivitas ekonomi, yang kemudian berdampak bagi penerimaan pajak,” ujarnya.

Integrasi NIK dan NPWP

Melalui UU HPP, pemerintah mengintegrasikan data Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dapat mendorong peningkatan kesadaran pajak. Dalam UU HPP diamanatkan penggunaan NIK sebagai NPWP wajib pajak orang pribadi.

“Di dalam UU HPP akan dilakukan penggabungan NIK dan NPWP sehingga NIK bisa digunakan sebagai NPWP. Teknisnya nanti Ditjen Dukcapil menyediakan NIK, menyediakan data by name by address,” ujar Dirjen Dukcapil Kemendagri Zudan Zudan Arif Fakrulloh.

Sesuai dengan Prinsip Ability to Pay

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan penambahan lapisan penghasilan kena pajak wajib pajak orang pribadi dalam UU HPP telah sesuai dengan prinsip ability to pay.

“Sehingga yang berpenghasilan kecil akan dilindungi dan yang berpenghasilan tinggi dituntut kontribusi yang lebih tinggi,” ujarnya.

Sumber: news.ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only