Kemenkeu: Program Pengungkapan Sukarela Bukan Tax Amnesty II

Jakarta, Pemerintah tidak mengakui adanya program pengampunan pajak atau tax amnesty jilid II. Program yang tertera dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) adalah pengungkapan sukarela.

“Ini sebenarnya bukan tax amnesty, kalau kita lihat lebih detail dari undang-undang tersebut, apa yang sudah biasa lazim di banyak negara yang disebut voluntary disclosure program,” jelas Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu dalam program Power Lunch CNBC Indonesia TV, Senin (11/10/2021).

Di mana, dalam konteks peningkatan kepatuhan wajib pajak, kata Febrio otoritas pajak di banyak negara melakukan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap wajib pajak secara berkala, khususnya untuk mereka yang kepatuhannya tidak cukup optimal.

Sehingga, kata Febrio di banyak negara, dalam konteks temuan adanya ketidakpatuhan wajib pajak, dikenakan dengan denda sanksi administrasi yang cukup maksimum.

Sementara, kebijakan yang dilakukan di Indonesia, justru wajib pajak yang belum optimal kepatuhannya diberikan fasilitas supaya mereka bisa mengungkapkan kekayaannya secara sukarela. Sehingga kepatuhan pajak bisa tercipta dengan cepat.

“Kemudian tarifnya bisa lebih murah dari tarif normal, kalau dilakukan pemeriksaan secara normal. Ini sebenarnya yang ingin kita lakukan, bagaimana wajib-wajib pajak yang belum optimal kepatuhannya, pasti akan kita lakukan pemeriksaan tindak lanjut,” ujar Febrio.

“Akan tetapi, program ini (PPS WP) akan mempercepat kepatuhan tersebut supaya dilakukan secara sukarela, maka akan dilakukan keringanan tarif denda yang lebih rendah,” kata Febrio melanjutkan.

Lagi pula, kata Febrio tarif pajak penghasilan (PPh) final yang diterapkan dalam PPS WP kali ini, lebih rendah dari program Tax Amnesty Jilid I. Sehingga pemerintah menjamin tidak akan membuat pelaku usaha menghindari pajak.

Kebijakan ini mendapatkan banyak kritikan dari berbagai pihak. Pemerintah dianggap tidak konsisten, karena sebelumnya memastikan tidak ada lagi kebijakan serupa.

“Kalau kita menggunakan voluntary disclosure program, ini bukan tax amnesty. Ini adalah program yang konsisten. Jadi tidak ada masalah dengan inkonsistensi kebijakan,” ujarnya.

“Kalau dia (wajib pajak) ingin memanfaatkan program ini, tarifnya lebih tinggi dari tarif waktu itu (Tax Amnesty Jilid I). Secara konsistensi kebijakan kita tidak mundur dan konsisten mengatakan kepatuhan wajib pajak, kita hargai dan kita berikan fasilitas untuk dipercepat realisasinya,” ujar Febrio lagi.

Seperti diketahui, terdapat dua program PPS WP dalam UU HPP ini. Pertama, kebijakan untuk wajib pajak orang pribadi (WP OP) dan badan yang sudah pernah menjadi peserta Tax Amnesty Jilid II, dengan basis aset yang diperoleh sebelum 31 Desember 2015.

Dengan PPh final yang ditetapkan pada kebijakan pertama adalah dengan rentang 6% sampai 11% dengan tiga kategori. Diantaranya PPh Final 11% untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi ke dalam negeri.

Kemudian, tarif PPh final 8% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri, dan 6% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri, yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) dan hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA) dan energi

Adapun kebijakan kedua, adalah untuk WP yang selama ini belum melaporkan kekayaannya yang didapat pada 2016 sampai 2020 dan belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak 2020.

Dalam kebijakan kedua ini, maka wajib pajak diberikan kesempatan dengan tarif PPh Final sebesar 18% untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi ke dalam negeri, 14% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri, dan 12% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri, yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) dan hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA) dan energi terbarukan.

Dalam program pengungkapan sukarela ini, para wajib pajak diberikan dengan tiga kategori, yang semua ratenya di atas yang sudah berlaku pada Tax Amnesty Jilid I.

Dalam UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, saat itu pengampunan pajak diberikan kepada WP yang hartanya ada di dalam negeri atau luar negeri yang diinvestasikan di Indonesia, dengan rentang PPh final pada kisaran 2% sampai 10%

Sumber : cnbcindonesia.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only