SP2DK dan Perlunya Respons Wajib Pajak

COBA buka Twitter dan masukkan kata kunci‘SP2DK’ pada bagian pencarian. Dari situ, Anda akan melihat banyak cuitan kekhawatiran sekaligus keluh kesah dari warganet mengenai SP2DK yang diterima dari Ditjen Pajak (DJP) akhir-akhir ini. Tak jarang pula warganet me-mention akun Twitter DJP.

Pada saat bersamaan, dari hasil pencarian dengan kata kunci tersebut, Anda juga akan disuguhi beberapa cuitan dari berbagai kantor pajak yang melakukan kunjungan (visit). Kunjungan tersebut dilakukan untuk menyampaikan SP2DK kepada wajib pajak.

Dateng amplop warna coklat dari pajak aja udah lemes sendi-sendi. Apalagi tulisannya SP2DK,” cuit salah satu warganet.

Ada pula warganet yang mengaku menerima 3 SP2DK sekaligus. Dari banyaknya cuitan pengguna Twitter tersebut terlihat mulai aktifnya fiskus mengirimkan atau menyampaikan langsung. Apakah Anda salah satu wajib pajak yang menerima SP2DK tersebut?

Seperti diketahui, Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) adalah surat yang diterbitkan kepala kantor pelayanan pajak (KPP) untuk meminta penjelasan atas data dan/atau keterangan kepada wajib pajak terhadap dugaan belum dipenuhinya kewajiban perpajakan.

Dengan demikian, SP2DK diterbitkan apabila ditemukan kecenderungan wajib pajak tidak melaksanakan kewajiban sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dengan kata lain, SP2DK diterbitkan sebagai bentuk pengawasan terhadap penerapan sistem pajak self-assessment.

Kendati pemerintah telah memberikan kepercayaan kepada wajib pajak, pengawasan tetap harus dilakukan untuk menjamin dipenuhinya ketentuan perpajakan. Harapannya, pelaksanaan pemungutan pajak dapat berjalan dan penerimaan pajak tetap optimal.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor mengatakan hingga Oktober 2021 produksi SP2DK mencapai 2,3 juta surat. Jumlah produksi SP2DK diproyeksi masih akan bertambah. Pada tahun lalu, produksi SP2DK dengan situasi pandemi Covid-19 mencapai 2,42 juta surat atau turun 27,76% dibandingkan dengan posisi tahun sebelumnya sebanyak 3,35 juta surat.

Adapun SP2DK pada tahun lalu yang sudah diterbitkan Laporan Hasil Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (LHP2DK) mencapai 1,33 juta atau sekitar 54,9% dari total produksi SP2DK. Pada 2019, SP2DK selesai mencapai 2,75 juta surat atau 82,1% dari total produksi.

Data dan Keterangan

SP2DK, sambung Neilmaldrin, diterbitkan berdasarkan pada data, informasi, atau keterangan dalam sistem perpajakan. DJP akan menyandingkannya dengan Surat Pemberitahuan (SPT) yang telah disampaikan wajib pajak.

“Untuk wajib pajak yang dikirimin SP2DK, DJP akan melakukan imbauan dan konseling kepada wajib pajak tersebut,” ujar Neilmaldrin.

Sesuai dengan SE-39/PJ/2015, data dan/atau keterangan adalah data dan/atau informasi yang diperoleh atau dimiliki dirjen pajak dari sistem informasi DJP; SPT wajib pajak; alat keterangan; serta hasil kunjungan (visit).

Kemudian, ada data dan/atau keterangan dari pihak instansi, lembaga, asosiasi atau pihak lain (ILAP); hasil pengembangan dan analisis atas Informasi, data, laporan dan pengaduan (IDLP); internet; serta data dan/atau informasi lainnya.

Direktur Data dan Informasi Perpajakan DJP Dasto Ledyanto mengatakan sepanjang Januari—Juli 2021, sekitar 50% hingga 54% data yang masuk dalam Approweb sudah ditindaklanjuti dengan penerbitan SP2DK hingga LHP2DK.

Dasto mengatakan sekitar 19% data dalam Approweb yang sudah dimanfaatkan tersebut telah direspons dengan pembayaran oleh wajib pajak. Namun, dia tidak menjabarkan detail nominal pembayarannya.

Sebagai informasi, berdasarkan pada data Laporan Tahunan 2020 DJP, nilai realisasi atas SP2DK yang terbit pada tahun lalu mencapai Rp66,85 triliun. Sementara nilai realisasi atas LHP2DK yang terbit mencapai Rp70,05 triliun.

Dasto mengatakan data yang sudah diturunkan melalui Approweb merupakan data yang sudah memenuhi kualitas baik untuk ditindaklanjuti. Dia berharap data yang sudah ada tersebut dapat segera ditindaklanjuti oleh petugas.

Direktur Penegakan Hukum Eka Sila Kusna Jaya, dalam wawancara khusus dengan DDTCNews saat masih menjabat sebagai Kepala Kanwil DJP Jatim I, mengatakan suplai data pada tahun ini memang lebih intens dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini berdampak pada penerbitan SP2DK.

“Ini kesannya banjir SP2DK. Ini memang [data yang] harus diklarifikasi. Ini dari sisi wajib pajak sesungguhnya bisa jadi untuk mengklarifikasi bahwa tidak ada masalah [ketidakpatuhan]. Itu kesempatan klarifikasi. SP2DK ini justru yang paling soft dan tidak ada konsekuensi legalnya,” ujar Eka.

Terkait dengan data, DJP juga sudah mulai aktif melakukan pengawasan berbasis kewilayahan setelah sempat terhambat karena pandemi Covid-19. Pengawasan menjadi tugas KPP Pratama ini menuntut perubahan cara kerja fiskus untuk lebih banyak terjun ke lapangan dan mengetahui seluk beluk wilayah kerja.

Dalam melaksanakan pengawasan berbasis kewilayahan, petugas pajak akan diterjunkan di lapangan dan akan berfokus pada pengawasan terhadap wajib pajak yang sudah terdaftar dan perluasan basis pajak atau ekstensifikasi.

Pada saat bersamaan, dengan diterbitkannya PMK 45/2021, tugas account representative (AR) pada KPP lebih fokus pada satu proses bisnis, yakni pengawasan pajak. Tugas inti AR pada pengawasan pajak termasuk mengenai penguasaan wilayah kerja.

Digitalisasi SP2DK

SELAIN mengumpulkan data potensi kewilayahan, sesuai dengan ketentuan SE-39/PJ/2015, kunjungan yang dilakukan AR atau Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan bisa digunakan untuk menyampaikan SP2DK secara langsung kepada wajib pajak.

Penentuan cara penyampaian SP2DK, melalui pengiriman atau penyampaian langsung kepada wajib pajak, merupakan kewenangan kepala KPP dengan mempertimbangkan jarak, waktu, biaya, dan pertimbangan lainnya.

Selain itu, sebagai bagian dari penyesuaian kegiatan pengawasan dan ekstensifikasi dalam tatanan kenormalan baru (new normal), melalui SE-34/PJ/2020, kegiatan permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan kepada wajib pajak dapat dilakukan melalui video conference atau saluran elektronik lainnya.

Namun, pelaksanaan ketentuan ini harus mempertimbangkan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung. Terdapat pula 8 ketentuan yang berlaku apabila menghendaki penyampaian tanggapan dan pembahasan SP2DK melalui video conference. 

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan otoritas juga tengah melakukan digitalisasi SP2DK sejak tahun lalu. Menurutnya, proses tersebut masih terus berlanjut pada tahun ini.

Proses berbasis elektronik tersebut akan diimplementasikan mulai dari pembuatan hingga pengiriman SP2DK kepada masing-masing wajib pajak. Namun, hingga saat ini, penerbitan hingga pengiriman SP2DK kepada wajib pajak masih menggunakan kombinasi proses manual dan digital.

Adanya digitalisasi SP2DK akan menggantikan penerbitan SP2DK di Approweb yang saat ini masih membutuhkan tanda tangan basah kepala kantor. Nantinya, akan ada kode verifikasi dalam setiap penerbitan SP2DK. Selain itu, tanda tangan basah tidak diperlukan lagi. Nantinya, pengiriman SP2DK akan dilakukan secara online atau daring melalui surat elektronik (surel) resmi DJP.

Beri Tanggapan

DJP meminta wajib pajak tidak khawatir bila mendapatkan SP2DK. Wajib pajak bisa langsung menghubungi kantor pajak penerbit SP2DK untuk mengonfirmasi surat tersebut.Wajib pajak diminta untuk mengecek kesesuaian data atau keterangan yang diberikan dengan kondisi sebenarnya.

Setelah itu, wajib pajak diminta untuk menyampaikan tanggapan atas SP2DK yang telah diterbitkan. Wajib pajak diberikan 2 pilihan untuk memberikan tanggapan tersebut, yakni secara langsung atau tertulis.

Jika wajib pajak tidak memberi tanggapan dalam jangka waktu 14 hari setelah SP2DK dikirim atau disampaikan langsung, kepala KPP berwenang menentukan salah satu dari 3 keputusan atau tindakan. Pertama, memberikan perpanjangan jangka waktu (paling lama 14 hari) permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan kepada wajib pajak berdasarkan pertimbangan tertentu.

Kedua, melakukan kunjungan (visit) kepada wajib pajak. Ketiga, mengusulkan agar terhadap wajib pajak dilakukan verifikasi, pemeriksaan, atau pemeriksaan bukti permulaan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Jika pemeriksaan terjadi, sumber daya wajib pajak akan lebih banyak keluar.

Dalam salah satu seri webinar yang digelar DDTC Academy pada pertengahan tahun ini, praktisi sekaligus Senior Manager Tax Compliance & Litigation Services DDTC R. Herjuno Wahyu Aji mengatakan wajib pajak perlu melakukan tax assurance review agar siap merespons atau menghadapi SP2DK.

Kerangka tax assurance review tersebut mencakup prosedur pengujian kepatuhan mandiri. Jadi, ada tahapan yang dapat membantu wajib pajak untuk menyimpulkan seberapa besar keyakinan semua hal terkait dengan pajak telah sesuai dengan ketentuan.

Wajib pajak dapat mengidentifikasi risiko ketidakpatuhan dirinya sendiri berdasarkan pada cara kerja DJP dalam menetapkan profil risiko suatu wajib pajak. Menurutnya, terdapat 5 aspek yang perlu diperhatikan wajib pajak dalam menerapkan prosedur pengujian kepatuhan mandiri.

Pertama, proses dan prosedur. Kedua, alat kontrol umum fungsi pajak perusahaan. Ketiga, keterkaitan dan ketersediaan data. Keempat, pengujian substansial. Kelima, komunikasi.

Bagaimanapun, dengan kepatuhan wajib pajak yang terus meningkat, kinerja penerimaan dan tax ratio akan ikut optimalAspek ini menjadi krusial mengingat mayoritas pendapatan negara dalam APBN berasal dari pajak.

Kembali lagi, pengawasan menjadi konsekuensi logis dari sistem pajak self-assessment. Oleh karena itulah, wajib pajak harus memastikan semua aspek sudah sesuai dengan ketentuan. Pada saat bersamaan, otoritas juga perlu terus memperbaiki kualitas data.

Terlebih, DJP juga sudah mulai mengimplementasikan pengawasan berbasis risiko pada hampir semua proses bisnis. Harapannya, ‘surat cinta’ seperti SP2DK diterima wajib pajak yang pantas menerimanya.

Sumber: news.ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only