Pajak Belanja Masyarakat jadi Andalan Penerimaan

JAKARTA. Target penerimaan pajak terus meningkat. Pada 2022, pemerintah mengandalkan konsumsi masyarakat, khususnya masyarakat kelas menengah untuk mencapai target setoran tersebut.

Hal ini terindikasi dari target penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) yang naik 6,7% dibandingkan dengan target 2021 atau Rp 554,38 triliun. Bahkan, setoran PPN 2022 bisa lebih besar lagi.

Sebab, target tersebut belum menghitung potensi penerimaan dari kebijakan kenaikan tarif PPN hingga perluasan barang atau jasa kena pajak, sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan alias UU HPP.

Di sisi lain, target penerimaan pajak penghasilan (PPh) 2022 justru turun 0,42% menjadi Rp 680,87 triliun. Padahal, pada tahun depan tarif PPh badan batal turun, dan pemerintah mengenakan tarif lebih tinggi bagi orang super kaya.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) Neilmaldrin Noor bilang menyusun target penerimaan PPN dan PPh, pemerintah telah mempertimbangkan perkembangan perekonomian dan mencermati kemungkinan masih adanya ketidakpastian akibat dampak pandemi Covid-19.

Kenaikan target penerimaan PPN dan penurunan target PPh di 2022, disusun menggunakan outlook penerimaan 2021. Saat penyusunan outlook penerimaan pajak 2021, perkembangan kasus Covid-19 masih tinggi dan pemerintah mengetatkan mobilitas masyarakat dengan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) untuk menekan penyebaran virus.

Dari sisi PPN, target 2022 juga lebih tinggi 10,5% dibanding outlook penerimaan PPN 2021 sebesar Rp 501,8 triliun. Sebab prospek cerah kinerja PPN, seiring dengan kenaikan target pertumbuhan ekonomi tahun depan menjadi 5,2%.

Setoran PPN ini erat kaitannya dengan pola konsumsi masyarakat. Dengan prediksi aktivitas ekonomi tahun depan kembali normal, setoran PPN bisa meningkat.

Sementara dari sisi PPh, target tahun depan sudah lebih tinggi 10,7% dibanding kan dengan outlook tahun ini sebesar Rp 615,2 triliun. Proyeksi pemerintah, sumber pertumbuhan penerimaan PPh pada tahun depan terdiri dari tiga hal.

Pertama, dampak perbaikan penerimaan tahun 2021. Untuk menggali potensi tersebut, Ditjen Pajak akan melakukan pengawasan pembayaran masa (PPM). Kedua, perluasan basis pajak yakni pencarian sumber baru penerimaan dan pengawasan kepatuhan material (PKM).

Ketiga, sektor yang memberik kontribusi utama masih dari industri, perdagangan, informasi&komunikasi, serta jasa kesehatan.

“Kenaikan ini juga didasarkan pada kondisi pemulihan ekonomi yang mulai membaik meskipun masih ada ketidakpastian akan berakhirnya pandemi Covid-19,” kata Neilmaldrin, kemarin.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai, kebijakan kenaikan tarif PPN pada tahun depan tidak tepat untuk dilakukan lantaran daya beli masyarakat belum sepenuhnya pulih pasca krisis.

Ia khawatir, tarif baru PPN justru akan berdampak pada tingginya inflasi. Implikasinya, pertumbuhan ekonomi di tahun depan berpotensi melambat sehingga setoran pajak berisiko shortfall.

Tauhid juga menilai, target penerimaan PPN dan PPh tahun 2022 terlalu tinggi. Hitungannya, kedua basis pajak itu idealnya tumbuh 6%-7% terhadap outlook penerimaan pajak tahun 2021. Alasan Tauhid, pertumbuhan ekonomi di tahun depan tampaknya pemerintah terlalu optimistis.

Sumber : Harian Kontan Jumat 12 November 2021 hal 2

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only